Cara Meredam Gejolak Rupiah Tidak Cukup Hanya Dengan Stop Impor
Adalah kebodohan jika kita melakukan hal yang sama berulang kali dan menunggu hasil yang berbeda. Itulah kalimat yang diungkapkan Albert
Einstein dan saya didalam kasus ini tetap mempercayai hingga sekarang.
Malam ini saya mau ngemeng2 panjang terkait kualitatif yakni ttg cara meredam gejolak rupiah yang tidak cukup hanya dengan stop impor. Saya melihat lemahnya nilai tukar rupiah memang berasal dari segala sisi, pemerintah sepertinya sudah berusaha dari segala cara, dari sisi DHE. Dan akhirnya jebol juga, sulit membendung laju larinya rupiah. Saya juga percaya bahwa biang keladi rupiah meroket hingga hari ini adalah impor yang semakin kencang hingga semester I-2018. Katanya, impor tinggi menyebabkan demand dollar AS naik dan tingginya volume impor sudah mengancam neraca perdagangan yakni menjadi semakin defisit.
Malam ini saya mau ngemeng2 panjang terkait kualitatif yakni ttg cara meredam gejolak rupiah yang tidak cukup hanya dengan stop impor. Saya melihat lemahnya nilai tukar rupiah memang berasal dari segala sisi, pemerintah sepertinya sudah berusaha dari segala cara, dari sisi DHE. Dan akhirnya jebol juga, sulit membendung laju larinya rupiah. Saya juga percaya bahwa biang keladi rupiah meroket hingga hari ini adalah impor yang semakin kencang hingga semester I-2018. Katanya, impor tinggi menyebabkan demand dollar AS naik dan tingginya volume impor sudah mengancam neraca perdagangan yakni menjadi semakin defisit.
Memang, progress ekonomi saat ini kita patut
apresiasi. Namun, juga harus hati-hati. Ada yang tahu alasannya mengapa? Karena,
tentu progress ekonomi membuat
ketergantungan ekonomi kita pada para Negara-negara impor kita. Oleh karena
itu, kita harus punya peran dan standing
occasion yang strategis, dan deal-deal
kontrak yang win2 solution dan kalau
bisa kitanya yang lebih diuntungkan dibandingkan mereka (para negara2 impor). Tujuannya
apa dari ini semuanya?! Tujuannya hanyalah “pemastian sustainabilitas kedepan saja”.
Kenapa? Karena banyak yang beranggapan bahwa impor itu adalah perkara haram
bagi ekonomi dalam negeri.
Bagi saya,
impor akan berbahaya manakala porsi impor sudah mengancam produk2 didalam
negeri/ domestik. Sisi positif impor adalah ia (dari sudut pandang yang lain)
bisa meningkatkan efisiensi industri domestik akibat tingginya kompetisi. Tapi diwaktu
yang bersamaan, ketika efisiensi itu tidak terjadi, justru malah mengakibatkan sektor
industri mati. Kenapa? Karena produk yang dihasilkan sudah tidak lagi dianggap
kompetitif.
Lalu bagaimana
solusi atas ini semua (cara meredam gejolak rupiah yang tidak cukup hanya
dengan stop impor)? Yaitu dengan 2 strategi dan 4 opsi pendekatan pilihannya. Apa
saja itu? Yang pertama, kita harus
menekan impor denan regulasi. Kedua,
pemerintah harus tegas menghentikan proyek2 infrastruktur yang punya konten
volume impor yang tinggi, disamping itu harus ada kebijakan tegas sektor energi
yang harus dikelola oleh Holding BUMN atau perusahaan pelat merah untuk kedaulatan
produk dalam negeri. Ketiga, kita
harus memperketat 500 komoditas impor bahan baku dan konsumsi yang mampu
dihasilkan domestik (dalam negeri) melalui instrument pengenaan PPh impor yang
ditingkatkan. Keempat, pemerintah
harus melakukan strategi kongkret berupa pelebaran defisit transaksi berjalan
yang menyentuh 3%.
Terkait tantangan
menjawab industri 4.0. untuk maju kita harus fokus di 5 pembangunan industri prioritas,
apa saja itu? (a) sektor industri makanan minuman; (b) industri otomotif; (c)
elektronik; (d) industri kimia; (e) dan industri tekstil dan produk tekstil. Kenapa
5 sektor tsb disebut industri prioritas? Karena sektor2 tsb telah menyumbang
60% PDB manufaktur, 65% ekspor manufaktur, dan 60% pekerja manufaktur.
Closing untuk menutup tulisan ini. Agar fokus di 5
pembangunan industri prioritas bisa berjalan dengan baik, hal yang harus kita (pemerintah)
penuhi adalah (a) kenali apa saja kebutuhan industri. Insentif fiskal seperti
pembebasan pajak nyatanya tidak terlalu memberikan pengaruh signifikan terhadap
performa industri domestik. (b) kedepan, pemerintah harus bisa menghubungkan
kawasan industri dan ekonomi khusus. Oh ya, jangan lupa dibangun juga
infrastruktur pasarnya (jaringan dan akses pasarnya).
Salam,
Bahrul Fauzi
Rosyidi,
Universitas
Gadjah Mada,Yogyakarta
Tulisan dilindungi
hak cipta!
Komentar
Posting Komentar