Teror Malah Menjadi Penguat KPK
Kalau katanya guru saya, apapun teror dan cobaan yang
terjadi, hidup itu tidak boleh putus asa. Memang hidup itu seperti itu, ada yang
suka dan ada yang tidak suka. Yang penting kita dijalur yang benar dan sadar
mau tetap waras. Apapun cobaan dan terornya, kita harus terus berjalan, harus terus berjalan, ada progress, dan harus banyak capaian sukses.
Faktanya keadilan terhadap kejadian teror di Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) harus konsisten terus ditegakkan. Mengapa? Ini
karena disamping KPK adalah simbol penegakan keadilan negara ini. KPK tidak
boleh diancam dan takut ancaman oleh ‘penjahat2’ yang berpotensi bisa ditangkap
jika kasus2nya dapat diungkap secara 100%.
Masalah yang saya tangkap didalam hal ini adalah teror yang
terjadi ke KPK ini adalah teror ke 9 kalinya. Ironis sebenarnya kalau sudah 9
kali, dan kasusnya masih stuck, tidak tuntas dan masih di situ-situ saja. Apalagi
kasus-kasus teror ke KPK banyak, salah satunya kasus Novel Baswedan di April
2017. Lalu kasusnya Agus dan Laode M. Syarif bom molotof di rumahnya. Oleh karena itu, saya
melihat, teror terhadap KPK ini tidak cukup dijawab dengan mengungkap hingga
tuntas kasus tsb. Melainkan harus memastikan adanya peningkatan perlindungan terhadap
pegawai serta unsur pimpinan KPK.
Lalu, daftar potensi apa yang saat ini kita miliki? Menurut saya
daftar potensi yang kita miliki adalah: (1) cara kepolisian turun tangan harus
dengan jalan yang serius. Jangan hanya lamis saja. Saya pikir, KPK dan
Kepolisian harus bekerjasama dalam pengusutan dan penyelesaian kasus ini.
Tentunya, dengan kerjasama yang baik antar keduanya, maka barang bukti bisa
segera terkumpul dan kasus ini bisa terang dan terungkap. Jangan hanya akhirnya
Cuma “janji2 palsu” saja. Bahwa “proses pembuktian ini hanya soal waktu saja
Mas.” Dan betul, waktunya gak jelas, dan lalu dilupakan/ terlupakan oleh
masyarakat. Hehe, memang kelemahan publik kita adalah mudah nyinyir dengan
kasus baru dan senang melupakan kasus-kasus besar di masa lalu yang sukanya
tidak terungkap. (2) yang kedua ini, adalah teror ini bisa menjadi semacam
momentum memperkuat diri KPK, ini bisa berupa perkuatan KPK dibidang UU, yakni
dengan melakukan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (3) dan ketiga
ini adalah saya melihat bahwa UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sudah sangat perlu sekali direvisi. Khususnya harus dimasukkan
itu beberapa rekomendasi dan saran dari Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) berupa
rekomendasi tentang (1) korupsi sektor swasta, (2) pemulihan aset, (3)
perdagangan pengaruh, (4) penambahan kekayaan tidak wajar, (5) dan suap
terhadap pihak asing.
Lantas, kalau sudah seperti itu. Apa strategi yang cocok
yang perlu kita lakukan? Strategi yang cocok dalam pandangan saya pada KPK ini ada
2, yaitu: (1) saya melihat, teror terhadap KPK harus digunakan sebagai semacam
momentum lebih jauh untuk memperkuat dan mempertegas posisi strategis KPK
didepan publik, khususnya terkait Tupoksinya di pemberantasan korupsi dimanapun
di Indonesia ini. (2) strategi kedua, teror ini harus digunakan sebagai
momentum dan dukungan memperkuat peran KPK didalam fungsinya memberantas
praktik2 korupsi, sehingga segera menimbulkan efek jera yang signifikan.
Karena, percaya tidak percaya, jika KPK dan Keplosian tidak adaptif dan
berkembang, maka kedepan bukan barang tidak mungkin kita akan menghadapi
perkembangan kasus-kasus korupsi didalam bentuk-bentuk korupsi yang lebih tidak
biasa lagi.
Penutup closing
statement dari saya adalah: “KPK dan Kepolisian RI, beranilah dalam
mengambil tindakan!”, sudah itu saja.
Salam,
Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!
Komentar
Posting Komentar