Pembohong Jangan Diberi Ruang Publik

Awalan dari saya. Jika ada yang kau tutup-tutupi, lalu semua orang mengetahuinya sendiri, percayalah kamu tak ada integritas sama sekali. Yang diperbesar itu hati bukan kepala, yang diperkuat itu tekad bukan alasan, yang diturunkan itu ego bukan harga diri, yang diperbaiki itu cara bersikap bukan cara berbohong. Pembohong itu, sampai kapanpun tetap pembohong. Orang tipe kayak gini itu hanya mencari-cari alasan, ngutak atik kata narasi dg kebenaran relatif, dan terus menerus mengulur waktu untuk menutupi kebobrokannya. 

"Jubah kebenaran relatif". Miris. Ditengah zaman informasi modern hari ini, menggunakan kata2 luhur untuk memperangkap orang dan meresikokan orang lain untuk menjalankan keinginannya. Bahkan urusan problem duit dia sendiri, sudah mulai menggunakan orang lain. Katanya barter job, tapi job-nya gak ada yg beres. 

Keterbukaan zaman informasi, kebohongan malah semakin mudah mendapatkan ruang publik. Bukan sekedar kebohongan biasa tapi manipulasi kebohongan yg diselimuti "jubah kebenaran relatif". Miris episode 2. Jubah kata2 luhur diperangkap sebagai senjata merusak orang lain, ini sudah kategori Penyakit Mental illness. Bahkan karena urusan job gak ada yg beres. Telpon sana telpon sini, ambil gerbong sana gerbong sini, bypass sana bypass sini, bikin isu ramutu sana ramutu sini, dan slalu pekerjaan gak ada beres. Ada seorang istri panik tanya ini itu, kenapa sampean kok tidak dibayar mas, kan dulu ikut merintis ini itu, dst. Ini pekerjaannya kok gak ada yg dikerjakan ya, kok ngabis2in waktu saya ya, ini keluarga saya gimana, dst. Sampai suami istri bertikai bercerai gara2 mbelani orang ini. Miris episode 3.

Sepatutnya, yg katanya cita2 jadi Pujangga perlu sekali berlandaskan kebenaran objektif dan keberesan mengerjakan janji pekerjaan sesuai janji awal, bukan lempar tanggung jawab dan malah membuat sentimen tanpa data tanpa notulensi kronologis yg tidak teruji dalam metodologi maupun konsistensi data time series. Refleksi realitas obyektif penting sebagai pondasi. Agar narasi subyektif tidak diolah ngawur menjadi kebenaran mutlak. Ini menghawatirkan, ditengah derasnya arus informasi publik malah dijebak framing2 tidak teruji sengaja ke arah ttt.

Pesan dari saya. Layaknya kebenaran menjadi bagian dari Sejarah Valid (History), bukan berubah menjadi "His Story", yakni sebuah kisah dirangkai untuk kepentingan pribadinya. Itulah letak kejahatan publik yg sesungguhnya. Makanya, inilah pentingnya tidak ada alasan memberi ruang kepada pembohong. Model-model informasi diatas apakah ada? Ada, dimana? Salah satunya di Jogja sini. Kualitas SDM kok gini-gini amat.

Penutup prihatin dari saya, bahwa sebuah kebohongan bisa menyebar ke seluruh dunia 6x lebih impactful diminati dibandingkan kebenaran, sementara kebenaran itu sendiri hanya 1x impact, itupun banyak orang senang menutupinya karena adat kebaikan sebaiknya tidak diceritakan.


Salam,


Bahrul Fauzi Rosyidi,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 

Tulisan dilindungi hak cipta! 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Quo Vadis PPN 12%

Shadow Boxing Politik Jokowi