Tradisi Para Pakar?

 


Sebuah tulisan dikala hujan sore santai sambil menikmati jus jambu. Ada ungkapan menarik dari seorang Cynthia Ozick (1928) bahwa dalam mengatakan apa yang sudah jelas, jangan pernah memilih licik. Ilustrasinya ketika kamu ingin menolong seseorang, pastikan dahulu ia itu anjing atau ular. Ular tetaplah ular walau sudah beberapa kali berganti kulit. Memang praktik di lapangannya bagaimana? Ini sebetulnya sudah mental illness yang menjebak dirinya sendiri sih ya, akhirnya ambisi dijadikan pembenaran, hidup selalu berintrik, gila akan pengakuan, peluang selalu dipanen dengan licik, sikap hanya tipuan just branding (not intrinsic value), otaknya berpikiran picik, perilaku penuh rekayasa, bilangnya nir keuangan tapi praktiknya nir etiket.

Saya fikir sudah cukup, kembali ke judul. Bagaimana itu tradisi para pakar? Lebih tepatnya "tradisi para ahli". Kemaren kami menggelar FGD/ focus group discussion dengan berbagai kelompok akademisi dan industriawan berbagai bidang khususnya keuangan, perbankan, pariwisata, ada juga teman-teman politik, dan Soshum. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari persiapan penyusunan Laporan Outlook Ekonomi 2025-2030. Kegiatan beberapa hari ini sengaja kami hadirkan sejumlah pakar senior yang memaparkan kondisi ekonomi terkini dan potensi resiko berbgai sektor diatas tadi tanpa mau kehilangan sentuhan santainya. Hari pertama menghadirkan pakar ekonomi senior Indonesia, memaparkan kondisi makro ekonomi. Lalu Direktur Indikator Politik Indonesia mengupas dampak dinamika politik terhadap ekonomi tsb. Lalu Direktur Askrindo membahas peluang dan tantangan industry keungan perbankan masa kini dan masa depan. Ya inilah yang saya rasakan, tradisi para ahli yang menyenangkan.

Manfaat tradisi ahli ini memberikan bahan analitis bagi tim/ kita semua para perumus untuk mampu membentuk perumusan outlook yang komprehensif. Lalu giliran di hari terakhir, Banking Senior sekaligus anggota Dewan Pakar Perbankan menjelaskan bahwa dinamika sektor keuangan yang dalam presentasinya kita minta kaitkan dengan "dinamika sosial kebenaran relatif" dengan teori kecenderungan. Akhirnya dipahami sebuah konsep, peristiwa, langkah, dan systematic un-systematic risk tak terduga yang berdampak langsung yang perlu kami teliti pola arahnya, pola geraknya mau kemana, secara kemudian dipahami secara retrospektif. Ini untuk menekankan perlunya kesiapsiagaan menghadapi human error seseorang dalam sistem yang suka berperilaku merusak system dan manajemen profesional. Senang membuat orang penasaran dengan menstimuli kesepakatan keputusan organisasi diubah, tapi di tengah jalan karya-karya gerakannya tidak pernah selesai, orangnya cuci tangan ilang, lalu mulai menamengkan orang lain, dasar peristiwa-peristiwa itulah makanya manfaat dipertanyakan.

Sesuai undangan, FGD diikuti banyak tim riset dan peserta aktif. Apresiasi kami adalah peserta mulai banyak yang berpikir bahwa sistem yang efektif itu bisa tiba-tiba idle gara-gara human error yang manipulatif yang menyalahi KPI/ key performance indicator dan BSC/ balance score card. Tentu ada banyak masukan-masukan yang masuk, tidak hanya itu. Namun sederhananya masukan-masukan forum inilah yang dirangkum menjadi bahan utama dalam penyusunan laporan untuk guidance besok di lapangan.

Pentingnya tradisi ahli membuat kita tidak sembrono bahkan membentuk penyesatan logis/ logical fallacy di tengah masyarakat yang seharusnya makin canggih critical thinking-nya. Secara metodologi ilmiah rumus art of thinking ini linier berkorelasi positif dengan ajaran alm. Pak T. Hani Handoko untuk menghindari logical fallacy adalah = critical thinking + critical reasoning + problem solving + creative thinking. Tujuannya tentu agar tulisan outlook yang kami hasilkan benar-benar berkualitas dan memiliki konten analitis akademik yang tajam. Saya berharap laporan Outlook 2025-2030 ini bisa juga dipakai sebagai peta arah panduan RKAP/T perusahaan. Jadi tidak sekedar jadi “kajian cuaca ekonomi politik pariwisata dan soshum” saja. :)

Penutup dari saya. Nandur manen, ingat kena karma itu. Tapi apapun itu, ada kajian kitab guru saya yang menjelaskan kebijaksanaan, satu sisi ketegasan, bahwa segala keburukan yang kamu temukan itu adalah kesempatanmu berbuat amal lebih baik. Dalam rumus Tuhan Yang Maha Esa itu sebenarnya manusia hanya ada dua jenis, yaitu manusia yang baik dan manusia yang berproses baik. Tapi kalau ada ironi yang memilih jahat? Ya sebut saja Setan, sudah begitu saja. Lalu ajaran ketegasannya? Begini ajaran dalam kitab-kitab terdahulu “la dholama wala dhilam, la dhororo wala dhiror, ila akhirihi” bahwa jangan berbohong dan jangan mau dibohongi, jangan menyakiti dan jangan mau disakiti, jangan mendholimi dan jangan pernah mau didholimi. Cinta dibalas cinta, tangan dibalas tangan, kepala dibalas kepala. Logika agama itu sederhana.


Salam,


Bahrul Fauzi Rosyidi,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Tulisan dilindungi hak cipta!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembohong Jangan Diberi Ruang Publik

Ekonomi Penentu Sejarah