Mengatasi Ketertinggalan
Indonesia membangun infrastruktur. Negara2 maju juga terus membangun infrastrukturnya. Pertanyaanya, apa lagi yg dibangun oleh negara2 maju, sementara hampir semua infrastruktur sudah mereka miliki?
Perbedaan paling mendasar mereka adalah: di tipe infrastrukturnya.
Di negara kita (negara2 level berkembang), infrastruktur yg dibangun
adalah infrastruktur dasar. Sementara negara maju harus membangun ulang
atau mengganti infrastruktur yg menua dg infrastruktur yg baru supaya
daya saing tetap terjaga. Mereka menghadapi problem umum, infrastruktur
yg menua (aging infrastructure).
Kesimpulannya: sampai kapanpun, semua negara tak akan pernah berhenti membangun.
Sebenarnya, pembangunan infrastruktur di Indonesia sudah dilakukan sejak lama. Cuma percepatannya saja yg kurang lancar di tahun2 yg lalu.
Kita harus fokus di sektor dasar untuk bisa membangun di sektor maju (progresif). Sektor dasar apa itu? Sektor dasar contohnya adalah membangun akses jalan, jalan tol, bendungan2, pembangkit listrik, pelabuhan2, bandara2 yg dibangun dimana-mana.
Kita butuh percepatan pembangunan infrastruktur, walaupun akibat kebijakan ini ngehek di hutang yg bejibun banyaknya dan banyak yg protes. Tapi, kalau tidak kita mulai, ya begini2 saja kondisi negara berkembang (Indonesia) kita ini.
Memotong subsidi energi yg selama ini membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ APBN adalah cara yg sipp. Cara ini bisa jadi cara alternatif skenario untuk sekian banyak pilihan skenario.
Biasanya sih..potong memotong subsidi ini akan melahirkan protes dan gejolak di masyarakat populer.
Tapi saya yakin seyakin2nya, walaupun ini banyak yg akan mencibir (khususnya Poro2 DPR), tapi saya yakin para analist dan pemerhati fiskal setuju dg strategi pemotongan subsidi. Karena APBN bisa "lebih sehat".
Mari membangun infrastruktur sektor dasar kita. Dampak inflasi mungkin akan signifikan diawal2, tapi efek samping setelah itu akan cenderung optimis.
Ketertinggalan kita di sektor dasar harus dikejar.
Pembangunan sektor infrastruktur dasar tidak pernah percuma bagi masyarakat di seluruh pelosok Indonesia. Gunakanlah strategi keuangan dan penyehatan APBN yg cerdas. Insyalloh semoga hasilnya pun akan ikut 'cadas!'
#duwit tergantung strategi, bukan strategi tergantung oleh duwitnya.
Salam,
Bahrul Fauzi Rosyidi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!
Kesimpulannya: sampai kapanpun, semua negara tak akan pernah berhenti membangun.
Sebenarnya, pembangunan infrastruktur di Indonesia sudah dilakukan sejak lama. Cuma percepatannya saja yg kurang lancar di tahun2 yg lalu.
Kita harus fokus di sektor dasar untuk bisa membangun di sektor maju (progresif). Sektor dasar apa itu? Sektor dasar contohnya adalah membangun akses jalan, jalan tol, bendungan2, pembangkit listrik, pelabuhan2, bandara2 yg dibangun dimana-mana.
Kita butuh percepatan pembangunan infrastruktur, walaupun akibat kebijakan ini ngehek di hutang yg bejibun banyaknya dan banyak yg protes. Tapi, kalau tidak kita mulai, ya begini2 saja kondisi negara berkembang (Indonesia) kita ini.
Memotong subsidi energi yg selama ini membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ APBN adalah cara yg sipp. Cara ini bisa jadi cara alternatif skenario untuk sekian banyak pilihan skenario.
Biasanya sih..potong memotong subsidi ini akan melahirkan protes dan gejolak di masyarakat populer.
Tapi saya yakin seyakin2nya, walaupun ini banyak yg akan mencibir (khususnya Poro2 DPR), tapi saya yakin para analist dan pemerhati fiskal setuju dg strategi pemotongan subsidi. Karena APBN bisa "lebih sehat".
Mari membangun infrastruktur sektor dasar kita. Dampak inflasi mungkin akan signifikan diawal2, tapi efek samping setelah itu akan cenderung optimis.
Ketertinggalan kita di sektor dasar harus dikejar.
Pembangunan sektor infrastruktur dasar tidak pernah percuma bagi masyarakat di seluruh pelosok Indonesia. Gunakanlah strategi keuangan dan penyehatan APBN yg cerdas. Insyalloh semoga hasilnya pun akan ikut 'cadas!'
#duwit tergantung strategi, bukan strategi tergantung oleh duwitnya.
Salam,
Bahrul Fauzi Rosyidi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!
Komentar
Posting Komentar