Generasi Milenial Apakah Bisa Radikal?


Tulisan ini saya tulis sambil duduk2 melihat televisi tentang aksis teror yang terjadi di kongser Las Vegas semalam. Lalu saya terpikir untuk membuat tulisan teror dari cendela sudut pandang yang berbeda.

Poin-poin yang saya perhatikan dari generasi milenial adalah: (a) merupakan generasi Y atau Echo Boomer atau akrab disebut Generation Me, yaitu kelompok manusia yang lahir diatas tahun 1980-an hingga 1997 (Strauss & Howe, 1991 - saat ini sudah ada amatan riset baru tentang generasi Z, yaitu generasi diatas milenial), mereka disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua sejak teori generasi ini dibuat pertama kali oleh Karl Mannhein tahun 1923; (b) merupakan generasi sangat sosial berjejaring, aktif menjadi bagian dari sebuah komunitas, entah itu dalam berkomunikasi, berkolaborasi, berbagi, dan bersosialisasi setiap saat; (c) merupakan generasi yang terbuka dan senang mencoba-coba; (d) merupakan generasi yang crowd sourcing, senang dengan sesuai yang rumit dan detail dan menyusun hal tsb didalam outsourcing design sehingga melahirkan gagasan baru atau konsep baru, hal ini bertentangan sekali dengan cara berpikir generasi2 tua sebelumnya.

Saya jadi ingat dg cuitan salah seorang yang sering membikin geger dunia, "Ini ingatan bagi generasi abad 21, bahwa siapapun yang menguasai teknologi dan unggul didalam mengontrol persepsi publik, maka ia akan menjadi pemenang kompetisi di dunia ini, entah dia baik entah dia jahat - the fast eats the slow (Julian Assange, Wikileaks)".

Tapi perlu juga kita ingat, bahwa generasi milenial juga punya sisi gelap/ sisi jelek lainnya yang kadang membahayakan, apa saja? yaitu: (a) tidak ada yang memungkiri bahwa mereka adalah generasi teknologi, internet, dan media sosial; (b) merupakan generasi yang punya gejolak pencarian jati diri yang tinggi; (c) merupakan generasi yang penuh ego pribadi dan cenderung anti sosial; (d) merupakan generasi super aktif di media sosial (dunia maya), tapi dia tidak aktif di dunia nyata (gen anti-sosial); (e) merupakan generasi yang kurang peka untuk hal-hal yang bersifat humanist; (f) merupakan generasi yang kadang punya cara pandang yang terbuka dan kritis di media sosial, namun saat berinteraksi secara nyata bersikap kebalikannya; (g) merupakan generasi dengan budaya literasi jelek, budaya konsumsi berita instan dari dunia maya jauh lebih dipercaya, tidak ada crosscheak sehingga rawan hoax.

Lalu, apakah gen milenial bisa menjadi radikal? Naah! ini. Jawabannya adalah jelas bisa! Bahkan siapapun bisa, tidak harus generasi milenial. Yang sedikit berbeda adalah saat generasi milenial menjadi radikal, maka generasi ini memiliki "potensi destruktif" puluhan kali lipat lebih berbahaya dibandingkan generasi tua lainnya (efek negatifnya lebih massif). Sebuah contoh, aksi teror penembakan sporadis kongser Las Vegas tadi malam yang dilakukan oleh Stephen Paddock. Lalu aksi teror kasus kerusuhan Poso misalnya, pengadilan hanya berhenti pada nama tiga orang terdakwa Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Padahal jelas Tibo dkk bertindak atas nama gerakan bukan personal. Lalu Ahmed Omar Saeed Sheikh, anak pengusaha industri pakaian di Inggris yang memilih menjadi peneror di Bosnia. Lalu kasus peledakan di Madrid, Spanyol yang mengakibatkan 191 orang tewas dan 2000 orang lainnya cedera, dan pelaku ternyata para mahasiswa. Dan yang terakhir adalah kasus kemanusiaan Rohingya.

Radikal di masa muda adalah potret keberhasilan dunia maya yang tidak bertanggung jawab yang menjadikan mereka lone-wolf yang canggih, bahkan bisa berimprovisasi lebih canggih dari instruksi awal.

Apakah ada solusinya? Ada!

Solusinya adalah kita (keluarga) dan pemerintah harus melakukan "penguatan pendidikan karakter, toleransi, leadership, dan pengkomprehensifan pengetahuan agama dalam aspek wisdom" ini perlu ditingkatkan di level sekolah, RT, RW, kampus/ universitas, gereja, masjid, wihara, dan tempat serta lingkungan lainnya".

Jadikan gen milenial menjadi sebenar-benarnya anugerah Tuhan Yang Maha Esa di dunia ini. Karena, beda itu tidak buruk, beda itu bagian dari dinamika kehidupan; ialah yang melengkapi relung2 kekosongan.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!




Komentar


  1. Generasi milenial juga cenderung suka yg instan, meragukan nilai nilai agama dan kurang ajeg dlm pendirian, lebih memilih suara terbanyam tanpa mikir yg banyak belum tentu benar .
    Aku kok mempertanyakan premis; mereka suka yg detail ? Faktanya budaya literasi menurun terus. Krn anak2 sekarang lebih suka informasi yg ada di dumay ketimbang ngecek disumber yg lain. Imho

    BalasHapus

  2. Generasi milenial juga cenderung suka yg instan, meragukan nilai nilai agama dan kurang ajeg dlm pendirian, lebih memilih suara terbanyam tanpa mikir yg banyak belum tentu benar .
    Aku kok mempertanyakan premis; mereka suka yg detail ? Faktanya budaya literasi menurun terus. Krn anak2 sekarang lebih suka informasi yg ada di dumay ketimbang ngecek disumber yg lain. Imho

    BalasHapus
    Balasan
    1. Noted. Benar. Generasi Milenial budaya literasinya menurun. Budaya instan dari dumay jauh lebih dipercaya, tanpa mau crosscheack kebenaran, akhirnya Hoax. Ttg agama, seharusnya keluarga sangat berperan didalam hal ini.

      Hapus
  3. Kalau melihat contoh perilaku destruktif diatas belum teridentifikasi betul apakah mereka termasuk katagori mileneal. Bahwa kejadiannya di era 'mileneal' iya tapi apakah mereka mileneal?. Nampaknya perlu dieksplore lagi potensi destruktifikasi mileneal agar kita bisa antisipasi dengan baik. Sebagai misal, karena karena generasi ini akrab dgn internet dan perangkat elektronik, mungkin ada bentuk bemtuk perusakan dunia maya yg berdampak luas dan mungkin tak mengemal batas batas geografi dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe masternya 'turun tangan', dan menemukan poin-poin yang seharusnya diperhatikan sesuai judul. Luar biasa! Pak Adib.

      Khusus dicontoh sebenarnya, saya ingin melakukan 'sarkastik' Pak. Karena framing populer saat ini kalau radikal itu pasti muslim. Sengaja memang saya menyebutkan pelaku2 teorisme yang kebetulan bukanlah gen milenial.

      Apakah tulisan saya tidak menjawab substansi, sebagian kecil (yang dicontoh) iya benar tidak menjawab substansi. Saya sebenarnya ingin menjelaskan alur lain disitu, hehe biasa, 'kebiasan (bias)' yang disengaja dari rentetan data2 valid.

      Terima kasih sudah berkunjung Pak.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembohong Jangan Diberi Ruang Publik

Ekonomi Penentu Sejarah

Quo Vadis PPN 12%