Kampus Riset Terapan Itu Penting


Kampus hendaknya bisa mengembangkan riset dan mengimplementasikan inovasi bagi kemajuan masyarakat dan Negara. Kampus juga diharapkan bisa mengolaborasikan antara dunia pendidikan, dunia usaha, dan anak-anak muda yang menciptakan inovasi, sehingga kampus bisa menjadi pusat-pusat pengembangan teknologi.

Sillicon Valley adalah contoh yang menunjukkan bagaimana menggabungkan pendidikan yang menciptakan teknologi dengan dunia usaha dan inovasi anak-anak muda (anak-anak muda yang inovatif). Saat ini, perkembangan ekonomi dunia telah memasuki revolusi industri yang keempat, yaitu ekonomi digital. Artinya, sistem ekonomi yang berkembang didalam revolusi industri keempat saat ini adalah sistem ekonomi yang berbasis teknologi dan informasi dengan mekanisme sharing economy. Terbukti, kemajuan ekonomi digital ini telah menumbuhkan berbagai macam model bisnis baru seperti ojek online Gojek, Grab, dan lain sebagainya.

Kita berharap, universitas bisa memiliki peran untuk mencetak para inovator dan inventor yang nantinya dapat menggerakkan ekonomi digital di tanah air Indonesia ini. Sebab, jika Negara kita (Indonesia) ini tidak ikut berperan serta didalam revolusi industri keempat, maka jelas pertumbuhan kita akan tertinggal dibandingkan negara-negara lainnya, dan hanya bisa menjadi objek pasar dan konsumen bagi para negara pelaku inovasi. Oleh karena itu, kita harus mengapresiasi setiap apapun yang termasuk inovasi saat ini, even itu belum sempurna bentuknya. Dan hal tersebut, diawali sikapnya oleh kampus/ universitas yang harus bisa mendedikasikan diri terhadap inovasi dan hilirisasi terapan baru yang adaptif.

Inti outputnya adalah harus berpikir keras, bagaimana caranya riset terapan atau hasil riset terapan tersebut bisa menjadi barang yang berharga (ada harganya) dan bermanfaat. Bukan hanya menjadi lampiran-lampiran kertas penelitian atau tumpukan-tumpukan file didalam server kampus. Kita harus berpikir, bagaimana caranya membuat riset-riset itu bisa terealisasikan dengan baik dan diterima dengan baik.

Kampus harus bisa menjawab permasalahan masa kini dan yang akan datang. Dan kampus harus bisa menciptakan dan mengimplementasikan teknologi dalam berbagai bidang strategis Indonesia, terutama bidang kemaritiman, pertanian, perkebunan, perminyakan, pertamban, dan lain sebagainya. Tujuannya, agar kita berjaya di lautan dan jagoan juga di daratan, supaya berjaya, produktif, dan berdaulat.

Kampus harus bisa mengakomodir inovasi dan anak-anak muda cerdas, dan tampil menjadi dapur masa depan bangsa.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembohong Jangan Diberi Ruang Publik

Gambar
Awalan dari saya. Jika ada yang kau tutup-tutupi, lalu semua orang mengetahuinya sendiri, percayalah kamu tak ada integritas sama sekali. Yang diperbesar itu hati bukan kepala, yang diperkuat itu tekad bukan alasan, yang diturunkan itu ego bukan harga diri, yang diperbaiki itu cara bersikap bukan cara berbohong. Pembohong itu, sampai kapanpun tetap pembohong. Orang tipe kayak gini itu hanya mencari-cari alasan, ngutak atik kata narasi dg kebenaran relatif, dan terus menerus mengulur waktu untuk menutupi kebobrokannya.  "Jubah kebenaran relatif". Miris. Ditengah zaman informasi modern hari ini, menggunakan kata2 luhur untuk memperangkap orang dan meresikokan orang lain untuk menjalankan keinginannya. Bahkan urusan problem duit dia sendiri, sudah mulai menggunakan orang lain. Katanya barter job, tapi job-nya gak ada yg beres.  Keterbukaan zaman informasi, kebohongan malah semakin mudah mendapatkan ruang publik. Bukan sekedar kebohongan biasa tapi manipulasi kebohongan yg diseli...
Baca selengkapnya

Ekonomi Penentu Sejarah

Gambar
Dalam puncak moril, malah puncak ironi. Iya enough is enough . Di negeri tropis bernama Republik Indonesia ini, kekuasaan mirip kredit KPR: pahit di cicilan dan basa-basi manis di awal. Para pemimpin datang membawa janji, namun pergi meninggalkan defisit. Dan pada akhirnya, sejarah hanya mencatat satu hal "apakah kamu gagal bayar atau tidak?". Semua penguasa jatuh karena satu alasan. Apa itu? Ekonomi. Soekarno tumbang bukan karena kurang kharismatik, tapi karena rakyat tak sanggup lagi membeli kebutuhan pokok. Soeharto, sang "smiling general", bukan dilengserkan karena kehilangan senyum, tapi karena harga beras dan nilai tukar tak lagi bisa ditoleransi. Reformasi 1998 lahir bukan dari idealisme elite kampus semata, tapi dari kurs rupiah yang tembus Rp17.000, PHK massal, dan rakyat lapar. Sejarah valid (bukan his-STORY) tidak pernah butuh retorika dan relatif/ manipulasi. Sejarah hanya percaya bukti empirisme angka, bukan pemaknaan. Manusia biasa pun tunduk pada huk...
Baca selengkapnya

Quo Vadis PPN 12%

Gambar
  Nyalalah nyali. Keadilan adalah kebenaran dalam tindakan. Hari ini keadilan akan makin sukar, jika kita diam saja dalam kepastian hukum. Negara ini adalah negara hukum, dan negara hukum tidak boleh tegak berpihak pada yang titip proyek/kasus apalagi pada yang bayar. Pajak adalah instrument demokrasi, maksudnya yang berasal dari rakyat ya harusnya Kembali ke rakyat. Logika linier semacam ini seharusnya begitu cara merumuskan kebijakan fiskal, sehingga ada mutual trust dalam kebijakan spending policy yang akan dilaksanakan. Intinya harus berkonten: “berkualitas, adil, dan merata”. Yang membuat polemik Masyarakat saat ini adalah “kenapa sabun, sampo, dan sejenisnya” juga terkena dampak tarif PPN 12%, padahal ini bukan barang mewah? Maka “lumrah” jika muncul petisi menolak kenaikan PPN 12%. Kejutan pemerintah masa jabatan baru + akhir tahun ini ada banyak. Satu, urusan PPN 12%. Dua, RUU tax amnesty atau pengampunan pajak yang sudah digodok di legislasi 2025. Ini jelas akan menja...
Baca selengkapnya