Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2018

Perda Agama, Sebuah Evaluasi, Ketegasan Sosial, Atau Kekritisan Yang Wajib Diimplementasikan?

Gambar
Beberapa tahun terakhir wacana peraturan daerah (Perda) berbasis agama (entah itu perda syariah atau perda injil) sebenarnya bukan lagi wacana di ruang publik. Dasarnya apa? Dasarnya adalah kecenderungan signifikan penerapan perda dan temuan2 akademis per-tahun 2007 hingga 2013. Makanya saat Grace Natalie tiba2 melakukan penolakan secara tiba2 agaknya membuat publik kaget dan memunculkan kehebohan. Dan makanya wajar jika tiba2 beberapa kalangan kaget dan menyebut Grace sebagai penista agama. Menurut saya kekagetan publik yang wajar, dan harusnya hanya disikapi secara kaget, dan tidak harus berlebihan. Saya melihat, kita harus kembali kepada sikap akademis dan signifikan sebagaimana biasanya.  Didalam temuan akademis, sejak tahun 1999 perda yang didasarkan pada penafsiran agama, tidak satu pun dilaporkan ke kepolisian/polisi oleh para penentangnya. Sepertinya kegaduhan ini jelas korelasi positifnya gara2 pengaruh Pemilu 2019 dan merupakan pendukung pasangan calon Presiden Jok

Pemimpin Daerah Seorang Milenial, Bisa Gak Ya Itu?

Gambar
Pemimpin itu harus idealis, apalagi pemimpin muda. Saat ini, jelas Indonesia membutuhkan anak2 muda yang kritis dan mampu menjadi penggerak perubahan. Idealisme anak muda perlu menjadi pelengkap (melengkapi kepemimpinan sebelumnya) dan kunci perubahan negeri ini. Meskipun saya percaya banyak sekali tekanan untuk terus berubah mengikuti sistem dan birokrasi, tetapi idealisme dan kepemimpinan kritis dan bersih harus dipertahankan. Kalau katanya Tan Malaka dari kata2nya yang saya ingat adalah “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh anak muda. Oleh karena itu, haruslah itu dilengkapi dengan janjinya, karena pemimpin dihargai rakyatnya karena pemimpin menghargai janjinya.” Otonomi daerah menurut saya bisa melahirkan pemimpin2 daerah generasi baru yang inovatif, segar ide dan penuh dengan kecepatan bekerja. Mereka bisa bereksperimen, melakukan dan menjalankan prinsip2 kebijakan publik dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sehingga efek sampingnya

Sorotan Terang Politik Para Milenial

Gambar
Menurut saya, terlalu dangkal jika orang perorangan hanya melihat kami para generasi milenial dalam konteks kontestasi kepentingan Pilpres 2019. Terlihat semua itu hanya lips service dan sesuatu yang dipatut-patutkan. Seharusnya hal yang menjadi substansi paling outentik adalah: “Bagaimana membuat, menyusun dan membangun Indonesia apa yang telah dan yang akan diwariskan para elite politik saat ini kepada para kaum-kaum milenial kedepan, sebagai pemilik sah masa depan Indonesia?” Sah-sah saja jika substansi yang dikejar para elite politik saat ini dari kami hanya faktor elektabilitas. Setelah kita melakukan eleksi, ya sudah, ditinggalkan. Karena faktanya hanya tindakan dukungan itu yang ingin dikejar. Kenapa seperti itu? Data yang saya buka dari Litbang Kompas menunjukkan bahwa terdapat 80juta jiwa atau sebesar 40% suara milenial dari 100% lumbung suara untuk 2019 besok. Saya fikir kita harus menyiapkan kandidat2 muda, pemenangan2 muda, kalangan2 eksekutif muda yang diangga

Bolehlah Mengkritik, Selama Tidak Tendensius Dan Masih Bisa Obyektif Okelah Masih Bisa Kita Terima

Gambar
Sebenarnya prinsip kesuksesan sebuah hajat itu sederhana, (a) pastikan tujuan yang kita miliki saat ini jelas dan terkomunikasikan dengan baik; (b) harus ada rencana yang jelas, jangan ngomel tapi ditanyai rencanane opo rak dong; (c) harus diingat, bahwa anda harus punya batasan waktu yang tegas; (d) pastikan fokus pada action dan koordinasi; (e) rasa takut bukan untuk dinikmati tapi dihadapi; (f) berdoa dan mencari keridhoan Allah Swt dunia akhirat. Tentang pekerjaan gotong royong. Saya pikir boleh-boleh saja kita mengatakan pekerjaan kita atau pemerintah itu lamban dalam menangani suatu permasalahan, contohnya bencana di Dongala dan Palu. Harus diingat, bahwa tidak gampang medan yang ada di Palu dan Dongala apalagi setelah kejadian gempa dan tsunami. Semua infrastruktur rusak, aspal-aspal jalan menggulung, gerakan spontan masyarakat juga masih terbatas, serta banyaknya masalah yang dihadapi secara mendadak harus juga dimaklumi. Sembari kita juga mensyukuri berbagai usaha dan