Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Kemiskinan Saat Ini Tak Cukup Hanya Dengan Perlindungan Sosial

Gambar
Saya melihat, jaring perlindungan sosial yang digembor2kan Bank Dunia tidak efektif mengkover (melindungi) keluarga miskin dan rentan miskin yang ada di Indonesia dan dunia. Sebagaimana kesetujuan saya ini linier dengan yang diungkapkan oleh Kolumnis Ekonomi The New York Times, Eduardo Porter. Ia membuat sebuah tulisan dengan judul “A Universal Basic Income Is Poor Tool To Fight Poverty” bahwa kemiskinan tidak bisa diatasi hanya dengan subsidi, bantuan sosial, CSR, keringanan pajak, dan keringanan2 lainnya. Akan tetapi kemiskinan harus diatasi dengan solusi meningkatkan penghasilan masyarakat setempat tsb.   Caranya? Ya bisa melalui pendidikan, penambahan lapangan pekerjaan, dan jaminan perlindungan kerja. Kenapa? Karena pendidikan dan pekerjaan itu tidak melulu tentang status sosial, melainkan kepastian memperoleh nafkah dan status sosial secara hukum. Persoalan kemiskinan yang paling mendasar adalah pendidikan, pangan, dan penghasilan. Percaya tidak percaya, hal ini jika diting

Bukan Tidak Enak, Tapi Kopi Kita Tidak Konsisten

Gambar
Saya memperhatikan bahwasannya Kopi Indonesia itu katanya orang luar negeri tidak enak. Salah, saya tidak setuju dengan itu. Yang benar adalah kopi kita tidak konsisten. Saya melihat, jika dikaitkan dengan ekspor, konsistensi kualitas masih menjadi barrier atau masalah utama didalam dunia perkopian di Indonesia. Inilah kenapa kopi Indonesia sulit go international. Saya fikir, kita harus memperbaiki dan bisa mengubah sudut pandang tsb. Kita harus bisa membawa dan mengantarkan kopi Indonesia menembus global atau pasar international. Saya memandang bahwa adanya kerjasama sign MOU, semisal dengan Green Beans dari Amerika Serikat untuk event Specialty Coffe Expo 2018 di Washinton State Convention Center, Seattle, Amerika Serikat dan Nusa Coffe di Kanada yang kemarin dilakukan oleh Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) adalah hal yang sangat penting. Namun jujur, saya masih melihat hal yang berlaku ini subyektif untuk satu dua pengusaha kopi yang track record -nya bukan karena kualitas,

'Mas Dukun' Yang 'Dipaksa' Serba Bisa

Gambar
Kalau orang sakit panas, mungkin bisa dicarikan terapi dengan acuan dari Nabi Ibrahim. Kalau stress, bisa berkaca kepada Ayyub. Soal pencernaan, bisa nempil sedikit ke Muhammad. Dan/atau jika tentang komplikasi fisis bersumber dari terpotongnya hubungan antara manusia modern dengan manajemen cinta dan kesehatan bisa nempelnya ke Isa dan Daud. Di dalam segala filosofi ilmu sosial, ketabiban, kesehatan, dan kesembuhan dapat dikatakan bahwa pihak pertama adalah Allah Swt, dan pihak kedua adalah si penderita itu sendiri; sedangkan dokter, psikiater, atau Mas Dukun tak lebih dari pihak ketiga. Begitu juga dengan negara dan wakil negara. Banyak orang berduyun-duyun mendaftarkan dirinya menjadi pasien yang membuat seorang pelayan disebut dokter, seorang pembantu disebut psikiater, dan seorang buruh rakyat disebut dukun beranak kepercayaan. Akhirnya mahluk yang bernama kesehatan dan kesembuhan telah diklaim dengan kaplingan milik khusus dan hak khusus serta berotoritas khusus sebagai

Proses Menyudahi Drama Freeport, Jilid 2

Gambar
Sesuai tulisan saya yang lalu tentang Freeport, saya melihat drama Panjang Freeport ini sudah waktunya disudahi. Kemarin disaksikan 3 Menteri (Keuangan, ESDM dan BUMN), pada 12 Juli 2018 Freeport McMoran dan Rio Tinto telah menandatangani heads of agreement (HOA) dengan Inalum. Harga yang disepakati sebesar 3,85 miliar dolar AS. Dana itu berasal dari pinjaman 11 bank di luar negeri. Dan itu (untuk menjaga likuiditas dalam negeri) tidak masalah.   Dan semalam saya melihat ILC di TVOne, sungguh menarik membahas retorika dan kebohongan2 publik yang dimainkan oleh PT.FI, sehingga perdebatan mengerucut kepada beberapa substansi yang bikin penasaran, (a) kenapa level negara tidak bisa mengambil alih 100% Freeport? (b) kenapa level negara tetap faktanya business is business, artinya bahkan untuk kelas intervensi negara pun harus diselesaikan dengan cara bisnis, (c) kontrak karya Freeport setara dengan UU, (d) biaya kerusakan alam 200 triliun, (e) participating interest vs saham, (f)

Mencari Kemana Arah Capres-Cawapres 2019

Gambar
Kalau katanya Mahatma Gadhi, ada 7 dosa sosial yang sekaligus juga bisa menjadi 7 anuegrah sosial apabila seorang pemimpin bisa menyelesaikan hal tsb, yaitu: (a) kekayaan yang tanpa kerja; (b) kenikmatan yang tanpa nurani; (c) ilmu yang tanpa kemanusiaan; (d) pengetahuan dan wawasan yang tanpa karakter; (e) politik yang tanpa prinsip; (f) bisnis yang tanpa moralitas; dan (g) ibadah yang tanpa pengorbanan.  Sebagaimana yang tadi sore, atau barusan telponan. Ada beberapa substansi yang akhirnya menjadi kepenasaran kita tentang bagaimana wajah Pilpres 2019 kita besok, dan siapa yang menjadi sumbu kepenasaran di level Propinsi Jatim dengan arus ke-ulamaan dan ke-NU an. Tulisan ini tidak menjawab tentang poros kepenasaran di level Propinsi Jatim dengan arus ke-ulamaan dan ke-NU an. Akan tetapi mungkin sedikit menjawab substansi2 yang mungkin saat ini adalah asumsi dan dugaan yang berprobabilitas tinggi muncul esok2 saat kontestasi. Di tulisan ini saya mengggaris bawahi ada 3 su

Membangun Peperangan

Gambar
Memulai untuk sebuah peperangan. Bukan, lebih tepatnya membangun sebuah peperangan. Membangun sebuah peperangan tidak hanya berbahaya. Akan tetapi akan sangat berbahaya. Ini semacam serangan fajar dengan ancaman yang serius. Sesuatu yang sehat dan normal akan berubah menjadi sebuah kompetisi dan mencari pengakuan siapa dibanding siapa. Ini akan menjadi sebuah kompetisi. Ini bukan lagi tanda baik buruk, ini jelas akan menjadi kalah menang, kuat lemah, hitam putih, sehat sakit dan bahkan hidup mati, akan menjadi menusuk satu dengan yang lain. Head to head ini akan menjadi semacam perang dingin yang serius. Dan dampak kedepannya pun juga akan serius. Jangan kasar seperti itu lah, semua kejadian ini tiba-tiba menjadi semacam jebakan jahat yang direncanakan. Dan aku, bagian yang dimasukkan di rencana ini. Salam, Bahrul Fauzi Rosyidi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tulisan dilindungi hak cipta!

Drama Panjang Freeport Sudah Waktunya Disudahi

Gambar
Kemarin, 3 punggawa Menteri dan 1 Dirut menghimpit Presdir Freeport McMoran Richard Adkerson untuk menandatangani kesepakatan awal terkait divestasi awal saham PT. Freeport Indonesia di Jakarta. Harga yang disepakati untuk divestasi Freeport ke PT Inalum (Persero) sebesar 3,85 miliar dollar AS. Dana itu berasal dari pinjaman 11 bank dan itu tidak masalah.   Drama Panjang ini sudahkah bisa disudahi? Ternyata masih belum.   Divestasi masih perlu waktu. Dan yang kemarin itu adalah pokok-pokok perjanjian namun belum untuk divestasi. Kemarin itu tanda tangan terkait pokok-pokok perjanjian divestasi, yang terangkum didalam head of agreement (HOA) berisi kesepakatan harga divestasi, struktur organisasi, dan komitmen para pihak untuk menindaklanjuti kesepakatan terkait divestasi. Kesepakatan tsb antara lain perubahan status operasi Freeport dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan kepastian perpanjangan operasi Freeport hingha sampai tahun 2041. Katanya,

Tindakan Pencalonan Bekas Narapidana Korupsi, Kejahatan Seksual Terhadap Anak, Bandar Narkoba Sebagai Anggota Legislatif Adalah Kebodohan Yang Luar Biasa

Gambar
Saya melihat bahwa " Leadership cannot just go along to get along, leadership must meet the moral challenge of the day". Ini tentang kesadaran moral!  Kandidat rekam jejak dari 3 jenis kejahatan (bekas narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba) ingin melindungi semua orang? Saya melihat tindakan mereka terlalu naif. Gila saja. Maaf, masa lalu dan rekam jejak kriminalitas mereka terlalu berbahaya untuk kepentingan orang banyak. Bagi saya, pencalonan bekas narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, bandar narkoba sebagai anggota legislatif adalah kebodohan luar biasa yang masiff. Saya gak habis pikir. Kok yo masih ada yang ber-mindset seperti ini. Apakah kandidat bersih berkualitas benar-benar habis di negari ini?! Habis sudah moral bangsa ini, jika wakil-wakil rakyat track record -nya tidak reliable dan tidak bisa dipertanggung jawabkan seperti ini. Kendati sudah menandatangani pakta integritas terkait tidak akan mencalonka

Saling Intip Capres-Cawapres

Gambar
Arah konsolidasi? Hmm saya melihat terlalu dini ya mungkin berbicara konsolidasi. Saat ini, sejumlah partai politik belum menentukan arah konsolidasi untuk Pemilu 2019 dengan terus melakukan pengkajian pada pasangan-pasangan calon presiden dan wakil presiden, termasuk koalisi partai pengusung. Keputusan koalisi diyakini baru akan diambil esok menjelang hari akhir pendaftaran capres/cawapres ke KPU, 10 Agustus 2018. Dan itulah bagian dari strateginya. Saat ini, situasi dan kondisi politik terbaru, termasuk dalam menakar pasangan calon kontestan lain, akan jadi pertimbangan yang sangat penting. Sehingga komunikasi dan pengkajian antar partai terus dilakukan. Strategi saling intip, saya percaya akan terus dilakukan sampai/hingga mendekati 10 Agustus besok. Dari hampir semua pembicaraan setiap kubu, para capres dan cawapres sudah mengerucut kepada beberapa sosok. Bahkan ada yang mengatakan tidak menyiapkan skenario cadangan jika ia tidak dipilih menjadi cawapres dan tetap setia

Hati-Hati, Praktik Rente Akan Muncul Di Revisi UU No.4 Tahun 2009 Tentang Minierba

Gambar
Kita perlu membentengi diri dan menyerukan diri terkiat kewaspadaan pada praktik perburuan rente yang bakal terjadi di revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batubara. Proses revisi yang dipercepat menjelang pemilihan umum anggota legislative dikhawatirkan membawa kepentingan untuk sekelompok dan kelompok tertentu. Untuk menghindari praktik rente, sebaiknya revisi UU ditunda dahulu sembari menunggu hajatan pemilihan anggota legislatif selesai. Hal ini juga yang keras disuarakan Said Didu mantan Sekretaris Jenderal Kementrian BUMN, bahwa pembentukan UU Mineral dan Batubara harus dikritisi, saat ini momentum revisi sangat janggal dan erat hubungannya dengan pemburuan rente. Tentang UU No.4/2009 memang harus direvisi, sebab disana banyak pasal di UU tsb yang sulit dilaksanakan bahkan tumpeng tindih. Contohnya, relaksasi ekspor mineral bukan hasil pengolahan dan pemurnian yang sempat dilarang oleh pemerintah dan kemudian diperbolekan lagi. Yang menjadi masa