Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2019

Mempertanyakan Daya Tahan Demokrasi Diawali Dari Elektoral Level Lokal Desa

Gambar
Kata bijak banyol yang saya ingat dari seorang Sujiwo Tedjo namun membikin mikir adalah:”…kenapa orang Indonesia selalu mempromosikan batik, reog? Kok korupsi gak dipromosikan? Padahal korupsilah budaya kita yang paling mahal.” Saya fikir kita sepakat ya, bahwa antusiasme warga yang datang di tempat pemilihan menjadi indikator bahwa partisipasi politik di level lokal sudah berjalan dengan baik. Tapi kadang menggelitik juga cuitan para 'dewa-dewa politik' di Jakarta sana, yang mengatakan bahwa “kemenangan itu bukan ditentukan banyak hal, namun kemenangan itu ditentukan di TPS, makanya kita harus melakukan pemastian didalam hal tsb.” Kontestasi kepala desa serentak di sejumlah wilayah dan daerah, menurut saya tidak hanya menambah kemeriahan perayaan demokrasi, melainkan juga ini pesta rakyat yang harus dibangun terus menerus interaksi politiknya. Tujuannya satu, apa itu? Menguatkan demokrasi kita. Nah, kalau umpama kondisi demokrasi malah semakin lemah, lantas bagai

Ngemeng-Ngemeng Tentang Debat Capres

Gambar
Tentang debat capres cawapres besok, kita seharusnya kompak didalam mindset pembangunan bangsa. Artinya apa? Artinya adalah fokus pada produktivitas, fokus saling dukung program-program optimistik untuk rakyat, dan secara bersama-sama terus membangun Indonesia. Prinsipnya adalah jangan pernah merasa lelah membangun Indonesia, jangan suka bergosip ttg pesimisme, namun harus membangun dan membicarakan optimisme dan masa depan cerah kedepan. Bagi saya, membangun bangsa itu harus diawali di level mindset. Kenapa? Karena kita secara personal ataupun organisatoris tidak boleh lagi terganggu dengan hinaan-hinaan, bahkan pujian publik. Kita diformat harus matang (mature), harus menghindari mental amatiran dan mudah terganggu dengan orang lain. Jadi, mending fokus optimis saja, entah itu dibangun secara sendiri-sendiri ataupun dibangun secara bersama-sama. Kembali ke laptop tentang debat capres besok. Bicara ttg debat capres, apa hal yang paling utama perlu digaris bawahi? Menurut s

Teror Malah Menjadi Penguat KPK

Gambar
Kalau katanya guru saya, apapun teror dan cobaan yang terjadi, hidup itu tidak boleh putus asa. Memang hidup itu seperti itu, ada yang suka dan ada yang tidak suka. Yang penting kita dijalur yang benar dan sadar mau tetap waras. Apapun cobaan dan terornya, kita harus terus berjalan, harus terus berjalan, ada progress, dan harus banyak capaian sukses. Faktanya keadilan terhadap kejadian teror di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus konsisten terus ditegakkan. Mengapa? Ini karena disamping KPK adalah simbol penegakan keadilan negara ini. KPK tidak boleh diancam dan takut ancaman oleh ‘penjahat2’ yang berpotensi bisa ditangkap jika kasus2nya dapat diungkap secara 100%. Masalah yang saya tangkap didalam hal ini adalah teror yang terjadi ke KPK ini adalah teror ke 9 kalinya. Ironis sebenarnya kalau sudah 9 kali, dan kasusnya masih stuck, tidak tuntas dan masih di situ-situ saja. Apalagi kasus-kasus teror ke KPK banyak, salah satunya kasus Novel Baswedan di April 2017. Lalu

Para Elit Perlu Melakukan Introspeksi Komitmen

Gambar
Ada yang bilang ke saya dan saya setuju, bahwa komitmen dan kejujuran adalah satu kesederhanaan yang mewah. Betul, betul sekali. Bahkan komitmen dan kejujuran adalah dasar sebuah kepercayaan, bahkan kesetiaan. Lalu apa hubungannya dengan introspeksi komitmen dengan para elitis? Hubungannya adalah di menjaga etika berpolitik. Berpolitik butuh sebuah komitmen, butuh sebuah kepercayaan. Inilah nantinya yanga kan menyelematkan kita didalam partisipasinya pada perbaikan demokrasi Indonesia kedepan. Kenapa harus begitu? Karena mau percaya tidak percaya, bahwa perilaku para elitislah yang sangat berpengaruh langusng terhadap masyarakat akar rumput disana. Koreksi hal lainnya yang patut menjadi garis bawah besar adalah tentang menurunannya kualitas kultur politik. kultur politik yang buruk tentunya akan memberikan stagnasi demokrasi. Oleh karena itu, di kontestasi 2019 ini kita berharap ada dorongan yang tinggi kepada para elitis untuk memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

Nalar Politik Yang Tidak Teruji

Gambar
Saya setuju bahwa ambisi politik itu hal yang wajar, selama sadar etika dan tidak hoax. Walaupun benar katanya Soe Hok Gie bahwa politik itu kadang adalah barang yang kotor, dan bahkan yang paling kotor malah. Lumpur-lumpur kebangsatan yang luar biasa, juga lumpur kekotoran yang luar biasa. Makanya, bahkan di level nalar politik yang teruji sudah menjadi keharusan yang tidak boleh salah. Karena suatu saat ada dimana kita memang tidak bisa lagi menghindari diri lagi, kita harus terjun menjadi pembeda diantara mereka-mereka itu semuanya. Kalau berbicara per-hari ini, hari ini saat ini kontestasi perkembangan politik kita kian dekat dengan pencoblosan 17 April 2019 Pilpres besok. Lantas apa? Lantas banyaknya orang yang tidak nyaman dengan penyesatan nalar sehat pada publik akhir-akhir inilah yang harus diperhatikan. Saya sebenarnya khawatir mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, saya takut kata-kata yang tidak baik itu diamini oleh para Malaikat. Oleh karena itu, bagi saya orang

Kontradiktif Kedudukan Perempuan Dibandingkan Laki Laki di Islam: Sudut Pandang Yang Harus Dipahami Seorang Perempuan Terhadap Laki2 Dalam Islam, Menjawab Tulisan Usil Yang Mencampur2 Subtansi Tanpa Ilmu

Gambar
Sebelum saya menjelaskan sudut pandang yang perlu dipahami, kita garis bawahi dulu apa saja yang memantik esmosi dan inilah yang digunakan sebagai gepyok uyah dan penyesatan pikiran dan pemikiran di kalangan teman2 muslim/mah dan kawan non-muslim atas sudut pandangnya terhadap islam. Garis substansinya: (a) kontradiktif kedudukan perempuan pada laki2; (b) q.s. alhujurat 49/13 tentang perbedaan ketakwaan yang menjadi parameter dan ini benar; (c) pertanyaan terkait pembenaran diskredit laki2 pada perempuan; (d) tirmidzi 1159 yang diartikan perintah “penyembahan” kepada laki2; (e) inti substansinya adalah kesetaraan gender terkait posisi perempuan yang harus sama dengan laki2. Nyatanya, selalu ada pembeda antara laki2 dibandingkan perempuan, karena antara laki2 dan perempuan selalu ada pembeda entah itu pada bentuk fisik dan kebutuhan dasarnya. Makanya kalau dalam bahasa penulis, bukan pada kesetaraan gendernya melainkan pemenuhan tepat sasaran kepada fungsi2 dan kebutuhan2 mendasar