Kontradiktif Kedudukan Perempuan Dibandingkan Laki Laki di Islam: Sudut Pandang Yang Harus Dipahami Seorang Perempuan Terhadap Laki2 Dalam Islam, Menjawab Tulisan Usil Yang Mencampur2 Subtansi Tanpa Ilmu


Sebelum saya menjelaskan sudut pandang yang perlu dipahami, kita garis bawahi dulu apa saja yang memantik esmosi dan inilah yang digunakan sebagai gepyok uyah dan penyesatan pikiran dan pemikiran di kalangan teman2 muslim/mah dan kawan non-muslim atas sudut pandangnya terhadap islam. Garis substansinya: (a) kontradiktif kedudukan perempuan pada laki2; (b) q.s. alhujurat 49/13 tentang perbedaan ketakwaan yang menjadi parameter dan ini benar; (c) pertanyaan terkait pembenaran diskredit laki2 pada perempuan; (d) tirmidzi 1159 yang diartikan perintah “penyembahan” kepada laki2; (e) inti substansinya adalah kesetaraan gender terkait posisi perempuan yang harus sama dengan laki2.

Nyatanya, selalu ada pembeda antara laki2 dibandingkan perempuan, karena antara laki2 dan perempuan selalu ada pembeda entah itu pada bentuk fisik dan kebutuhan dasarnya. Makanya kalau dalam bahasa penulis, bukan pada kesetaraan gendernya melainkan pemenuhan tepat sasaran kepada fungsi2 dan kebutuhan2 mendasarnya. Dalam perspektif sudut pandang saya secara sosial ekonomi (habis ini membahas secara syariahnya), ketika kita memberdayakan seorang perempuan, maka percaya tidak percaya kita akan memberdayakan seluruh keluarga, dan kita akan mengubah dunia. Sehingga investasi terhadap hak dan kesehatan perempuan merupakan pengembalian tertinggi pada nilai struktur sosial, islam dan perekonomian. Makanya PR peran ganda perempuan sebagai ibu rumah tangga dan anggota masyarakat, mereka harus mampu menyumbang pemikiran pada masyarakat. Begitu juga didalam islam.

Kembali ke laptop. Peran perempuan bagamana? Sudah jelas dan presisi dalam Alquran. Sekarang yang dipermasalakan hanya “tradisi/budaya” universal kaum muslim yang salah akhirnya membentuk mental dan sebagian struktur sosialnya. Salah cara kacamata melihat inilah yang akhirnya membuah luka batin yang berkepanjangan. Padahal “ketawadhuan” yang diajarkan islam itu berisi (a) al-musawah: kesetaraan, (b) al-tasamuh: pembebasan, (c) al-ukhuwah al-basyariah: solidaritas kemanusiaan, (d) al-mahabbah: cinta dan kasih sayang.

Menjawab tentang tirmidzi 1159, bagi yang hanya sebagian orang membaca secara literally tanpa mau menggali2 ilmu dibalik itu. Mereka tidak akan tahu kan bahwa tirmidzi juga meriwayatkan dalam sejarah hadist tsb bahwa Ummu Salamah merasakan keberpihakan wahyu lebih ke laki2 dibandingkan perempuan. Sedangkan dalam wahyu tidak disebutkan peran perempuan dalam hijroh. Padahal, kalau mau tahu, banyak sekali diantara perempuan yang berhijroh demi memperjuangkan islam. Coba dicek itu di Ibn al-Atsir, Abu al-Sa’adat Mubarok bin Muhammad di kitab “jami’al al-Ushu min Ahadist al-Rosul”. Nomor hadistnya 552 juz 2, yang diterbitkan oleh Dar Ihya’ al-turots Beiruts, Lebanon.

Dan ini banyak lagi yang lain terkait hak pendidikan yang diusahakan rosullulh untuk para perempuan yang dijelaskan oleh ibn al-atsir di hadis no. 7340 halaman 359. Pun juga peran perempuan dalam kedudukan publik. Makanya, kadang teman2 perempuan itu suka lupa. Bahwa kedudukan perempuan dalam masyarakat islam itu cermin eksistensi islam. Buktinya apa? Buktinya adalah bilamana masyarakat islam berjaya, maka kedudukan kaum wanitanya pun ikut berjaya. Dulu saat sebelum datang islam, perbudakan dan jual beli perempuan luar biasa parah. Sebaliknya, jika islam dalam struktur sosial itu terncam dan dibawah tekanan, maka kondisi kehidupan perempuan juga mengalami hal yang demikian. Pemahaman ini tidak mau dioncek2i kembali lantaran orang hanya suka kontekstual, tidak mau ngoncekki ilmu, maunya hanya baca tulisan langsung jadi. Dan ngikut arus saja. Makanya di Islam, selain posisi perempuan dimuliakan, hak2 lainnya dipulihkan entah pada level pendidikannya, ada juga hak menceraikan suaminya dg khulu’ untuk gugatan cerai, bahkan warisanpun juga disembuhkan (karena jaman dulu perempuan adalah objek warisan).

Bagi islam, kedudukan perempuan dengan semua hak2 kelompok lemah adalah isu prioritas yang fundamental. Bahkan Kanjeng Nabi SAW berpesan dengan keras bahwa: semua itu ibarat “Gigi Sisir yang Sama Besarnya”, artinya apa? Artinya didalam ajaran Islam, islam tidak mengenal garis keturuan dan kasta, islam tidak mengenal perbedaan baduisme, islam menyerukan keadilan, perbuatan baik, toleransi, moralitas yang baik dan melarang ketidakadilan, perampokan, kebebasan seks, dan perbuatan terlarang lainnya.

Kalau tidak percaya perempuan penting dalam islam. Masih ingat dengan Khatijah, Fatimah dan Aisyah kan? Nah,coba ingat seberapa penting peran beliau2 didalam pembangunan islam. Hak dan keputusan publiknya tidak bisa diragukan lagi.

Lantas kenapa praktiknya peran perempuan di ruang publik selalu redup? Menurutku ini faktor kolonialisme yang berperan banyak hal dalam hal itu dan jeleknya, islam dan ajaran keadilannyalah yang ditunjuk2 bersalah dalam hal ini. Apek tenan, teruske wae tunjukkan2 tsb, yang katanya penjajahan. Monggo dianulir level adab dan tawadhu dengan “penjajahan”. Ini kalau ketemu poro aliim, wih diumbah, dibilas2, dijemur tenan.

Kultur jelek adalah oknum utama, bukan ajaran ya. Pun juga dampak pembagian kerja antara laki2 dan perempuan yang dominan diambil laki2, juga bisa jadi variable moderator didalam hal ini. Kolonialisme dalam semua aspek, bahkan budaya yang memaksa nilai2 asing untuk mengikis dan merusak nilai2. Penutup. Harap untuk terus mau belajar dan mau ngoncekki ilmu, tidak hanya kontekstual dan suka membaca kerak ilmunya. Bahwa menafsirkan agama itu harus terbebas dari kepentingan kelompok tertentu dan haruslah berpijak pada runut historis yang benar, runut historis awal munculnya islam di muka bumi yang mulia, yakni memperjuangkan kesetaraan laki2 dan perempuan. Dalam perspketif ushul fiqh dan tarikh ttg sejarah kenabian, kenabian Nabi Muhammad Saw sebagaimana utusan2 sebelumnya, bahwa beliau dikategorikan sebagai seorang revolusioner penentang segala bentuk penindasan yang banyak dialami kaum perempuan. Pada jaman jahilyah, kedudukan perempuan sangat rendah, mereka berada dalam posisi terbelakang dan menjadi obyek2 bulan2an bagi kaum laki2 entah pada seksualitas ataupun kultur buruk yang lain. Mereka bahkan tidak mendapatkan warisan, malah sebaliknya yakni menjadi obyek warisan dan dijadikan harta warisan untuk diperdagangkan. Sebuah budaya jahiliyah yang sangat buruk dan tidak manusiawi.

Saya senang dengan ucapan ijtihad Rosululloh terkait harus terus mencari ilmu ngoncekki ilmu khususnya bagi teman2 perempuan yang saya gabungkan dengan ucapan RA Kartini, bahwa kurang lebihnya perempuan dan pendidikan harus dijadikan satu, karena ini akan bisa membangun keluarganya, masyarakatnya dan negaranya. Perempuan itu adalah tiang negara.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?