Jangan Melihat Pasar Dalam Arti Sempit

pasar-tradisional-31.jpg

Banyak pakar yang mendefinisikan pasar secara bermacam-macam.

PAKAR EKONOMI - Pasar adalah tempat bertemunya penawaran dan pemintaan atau secara gampang penjual dan pembeli.

PEMERINTAH - Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya (harus ditambah pasar online yang bertebaran di dunia maya).

Menurut saya, pasar seharusnya berdefinisi sebagai ruang publik tempat berlangsungnya interaksi sosial ekonomi (didalam interaksi ini tentu sudah terkandung tarikan magnet antara supply dan demand), karena pasar tradisional memiliki multifungsi (ruang interaksi ekonomi dan ruang interaksi sosial).

Data statistik BPS yang saya amati menunjukkan bahwa:

Di Indonesia, terdapat pasar tradisional kurang lebih sejumlah 13.450 (jumlah pedagangnya 12,63 juta orang);

Pasar tradisional ini (yang populer di Indonesia dan kawasan asia lainnya) adalah menjadi wadah utama penjualan dan mendapatkan produk-produk kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau. pasar tradisional juga menjadi indikator nasional untuk data inflasi domestik.

Yang menjadi memorable dan menyenangkan adalah pada saat kita masuk ke dalam area pasar tradisional, interaksi sosial yang kental justru yang sering terjadi, sehingga sebenarnya (seakan-akan) supply dan demand atau proses penjualan dan pembelian hanyalah dampak saja dari ruag publik proses sosial ini.

Pembeli dan penjual/pedagang juga saling kenal.

PR kita saat ini bila berbicara pasar tradiosional mungkin di higienitas dan packaging sehingga pasar tradisional tidak tertampil secara kumuh, semrawut, kotor, becek, fasilitas minim, dan tidak nyaman.

Formatnya bagaimana? kita serahkan kepada pemerintah dan para pakar ahlinya.

Tolong pasar tradisional ini diopeni, jangan ditinggalkan atau malah dipunahkan ya pak..karena pasar tradisional inilah sebanarnya ruang sosial sesungguhnya masyarakat2 kecil kita dan komunitas sosial ini eksis dan menyebar bergerombol banyak dari wilayah sabang sampai merauke.

Jangan melihat ini semata pada investasi fisik, namun lihatlah ini sebagai investasi sosial juga.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?