Luweh Apik Mondok Sisan Ketimbang Full Day School

0_pesantren_tempo_dulu

Luweh apik mondok sisan ketimbang full day school.

Jangan sampai anjuran fullday school menghilangkan sekolah diniyah anak2.
Jangan sampai anjuran fullday school mensekulerkan pendidikan anak2, karena habis waktunya di sekolah dan gak ada waktu bermain dan ngaji agama.

Baru saja pelaksana pendidikan di Indonesia dibuat ribet dengan perubahan kurikulum. Nasib guru yang selalu terombang-ambing karena perubahan kebijakan yang tidak jelas arahnya. Belum lagi perlakuan yang tidak pantas untuk guru dari murid dan orang tuanya. Kini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhajir Effendy mewacanakan program fullday school, anak harus ada di sekolah dari pagi hingga sore.

Fullday school bukan hal yang baru bagi kalangan pesantren. Mendidik anak2 dengan totalitas waktu dan daya dukung lainnya bukan hal yang baru bagi kalangan pesantren.

Yang saya khawatirkan berbeda dengan konsep fullday school Pak Menteri dengan fullday school pesantren adalah "Kalau fullday school-nya pesantren itu bukan hanya fullday school tapi thuluz zamani dengan tujuan mastery learning".

Saya membaca konsep fullday school Pak Menteri ini hanya fullday school biasa yang tujuannya ingin membatasi gerak siswa agar terarah secara moral dan etis, tidak ada mastery learning melalui thuluz zamani.

Jika program Menteri tersebut jadi dilakukan, saya yakin akan menambah daftar trial and error sistem pendidikan Nasional. Alasannya, kondisi sekolah kita masih banyak yang belum siap, sarana belum memadai, sistem pendidikan yang belum siap, sistem pembelajaran, dan masih banyak kendala teknis lainnya.

Lebih baik memperkuat sistem yagn ada, sudah jelas pesantren adalah sistem pendidikan khas nusantara. Fullday di pesantren lebih bermakna daripada di sekolah, mending Kemdikbud ikut kampanye Ayo Mondok.

Mendikbud harusnya lebih fokus pada pengembangan kurikulum dan pemerataan kompetensi guru, sehingga pelayanan standard pendidikan Nasional dapat dirasakan di seluruh pelosok negeri. Saya meminta pemerintah harus mulai 'taubat' dari program pencitraan yang justru meresahkan masyarakat dan tidak jelas arahnya.

Belum lagi 'irisan' akibat pelaksanaan program tersebut, karena tidak sedikit anak yang harus belajar agama di Madrasah Diniyah usai pulang sekolah.

Siap-siap saja tingkat stressors dan kestressan anak2 di Indonesia akan meningkat pesat. Selamat datang generasi anak2 stree Indonesia.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindugni hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?