Peradaban, Kehidupan, Dan Legacy


Sekapur sirih tulisan untuk hiburan leyeh-leyeh saya sambil nonton film.

Siapapun yang pertama, ialah yang akan selalu membuat peraturan. Itu adalah kenyataan dalam setiap peradaban. Maka, jadilah yang pertama.

Riset dan penemuan bukan saja untuk kita dan hanya untuk penemuan itu saja, tapi demi keberlangsungan manusia dan anak cucu kita di masa yang akan datang. Dan ingat, itu akan selalu linier dengan resiko.

Jangan memilih pilihan bodoh dengan pengaharapan output suatu hal luar biasa, tapi cara (method) yang Anda lakukan/gunakan dengan cara yang sama. Tidak ada ceritanya sukses dengan cara seperti itu. Harus jelas progressive-nya, harus jelas titik-titik productivity-nya. Untuk membuat legacy, memanglah hal yang harus dipikirkan cermat-cermat adalah "sistem, efektivitas, transparansi, dan jangan mau banyak kompromi". Kenapa? Karena kita berbicara hal yang bersifat sustainabilitas, punya efek idealisme futuristik, dan konsistensi tanpa goyah.

Rasa sepet, dan pahit kehidupan itu adalah bahan baku proses berkehidupan. Kita tidak boleh menyerah dengan itu, malah kita harus tunjukkan kualitas sesungguhnya kita disitu. Kalau istilah saya, apa yang membedakan orang dungu dengan orang pinter? orang dungu itu tidak bisa membedakan antara rasa jamu dengan rasa racun, yang ia tahu hanyalah rasa pahitnya, ia tidak bisa berpikir apa akibat bila ia meminum salah satunya.

Kritik, batu dan kerikil kehidupan adalah sebuah tantangan. karenanya, sebagai manusia kita harus pintar-pintaran membolak-balik cara pandang kita, sebab manusia lebih senang hancur dengan sanjungan daripada selamat dengan kritikan. Progressiveness, memastikan Anda berjalan dengan knowledge, bukan dengan PD kosong dan bodong.

Nah..bagaimana membangun kesuksesan kehidupan dan peradaban, apalagi legacy untuk anak cucu kita? Benar, apalagi daftar ini sebuah proses yang tidak mudah.

Hmm, jawabannya subyektif ya. Tapi satu hal yang saya pelajari. Kita kalau mau sukses, enggak ada pilihan. Hidup harus disiplin!

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?