Sistem Perpajakan Belum Ramah


Saat ini sistem perpajakan kita (Indonesia) tidak cukup ramah bagi pelaku usaha.

Solusinya bagaimana?

Sebentar, kita berdiskusi dahulu.

Hal yang menjadi poin adalah kita harus dan perlu melakukan perbaikan, edukasi, dan sosialasi intensif entah itu pada strategi intensifikasi atau ekstensifikasi pajak.

Memang apa saja masalah perpajakan kita di Indonesia? Yaitu: (a) proses pelaporan yang banyak memakan waktu dan sistemnya yang tidak sederhana, juga edukatif bagi wajib pajak; (b) selain pemenuhan persyaratan yang normatif untuk kemudahan usaha yang sulit, hal yang tak kalah penting dan selalu terjadi adalah memperbaiki substansi pelayanan pajak, diantaranya kepastian hukum bagi pembayar pajak. Perbaikan peringkat kemudahan usaha Indonesia sangat penting bagi pemodal (investor) yang ingin berinvestasi dalam jangka waktu panjang di sektor riel. Perbaikan harus mendukung signifikansi progress perekonomian saat ini.

Saat ini, kita tidak bisa lagi menutupi keadaan bahwa ekonomi kita tumbuh. Ya, karena harga komoditas sudah beranjak kembali ke posisi tiga hingga empat tahun lalu. Begitu juga harga minyak yang kini naik lagi setelah adanya penemuan-penemuan lain. Kondisi perekonomian Indonesia cukup baik, namun situasi politik dan ekonomi global perlu terus diwaspadai, terutama terkait kebijakan dalam negeri pemerintahan saat ini.

Kembali ke substansi pajak. Berdasarkan data acuan yang saya gunakan, yaitu Laporan Kemudahan Usaha 2018, ada 2 hal substansial tentang Indonesia yang harus menjadi perhatian, yaitu: (a) saat ini pelaku usaha harus melapor sebanyak 43 kali setahun untuk memenuhi administrasi pajak. Angka ini jelas dibawah rata-rata Negara-negara di Asia Timur dan Pasifik yang umumnya hanya 21,8 kali selama setahun; (b) data fundamental yang penting ini juga menyebutkan bahwa saat ini, tingkat kontribusi pajak dari pelaku usaha di Indonesia rata-rata adalah 30% dari total keuntungan yang didapatkan. Untuk negara di Asia Timur dan Asia Pasifik, adalah rata-rata sekitaran 33,6%, ini harus dijadikan sebuah koreksi.

Lalu bagaimana solusi keadaan perpajakan yang seperti ini?

Solusinya adalah kita (pemerintah) harus melakukan/ meng-efisiensikan sistem perpajakan (eksisting) di Negara kita. Kenapa? Karena dengan semakin efisien sistem perpajakan yang terjadi di suatu Negara (dalam hal ini Indonesia), maka akan semakin memperbesar penerimaan pajak di Negara tsb. Makanya diawal tadi saya mengatakan hal yang menjadi poin utama adalah kita harus dan perlu melakukan perbaikan, edukasi, dan sosialasi intensif. Tidak hanya genjot target penerimaan melalui strategi intensifikasi atau ekstensifikasi pajak, tapi sistem dan efisiensinya harus juga diperbaiki.

Memang benar, solusi penerimaan pajak yang tinggi selalu sistem yang efisien dan baik bagi wajib pajak. Karena ini acuan public satisfaction. Sekian.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?