Inovasi IDR: Sistem Local Currency Settlement


Kalau katanya mentor saya pakar dari bidang teknologi, setiap teknologi yang Anda lihat hari ini adalah sihir di mata nenek moyang Anda dahulu. Teknologi terbukti benar-benar bisa mengubah segalanya, dan percaya tidak percaya teknologi masa depan akan mengubah segalanya yang ada hari ini. Saat ini dan kemajuan yang terjadi beberapa bulan terakhir pada teknologi sektor keuangan di dunia dan Indonesia bagi saya benar-benar sudah luar biasa. Malah bagi saya sudah diluar nalar.

Kemajuan teknologi beberapa bulan terakhir benar-benar sudah luar biasa.

Hari ini jagad sektor keuangan Indonesia dikagetkan dengan inovasi pemerintah dengan MoU-nya tiga Bank Sentral di Asia, yaitu Bank Negara Malaysia, Bank of Thailand, dan Bank Indonesia tentang sistem Local Currency Settlement. Bila saya membaca dari laman Bank Indonesia (http://www.bi.go.id/id), ternyata telah terdapat 2x siaran pers yang dilakukan oleh Bank Indonesia, yaitu pertama tahun lalu pada 23 Desember 2016 (Bangkok), dan kedua 16 November 2017 (Jakarta) tentang sistem Local Currency Settlement. Jadi informasi ini bukanlah informasi baru, ternyata inovasi bidang ekonomi bilateral dan keuangan ini sudah disiapkan lama-lama waktu. Sebuah keputusan strategis yang luar biasa.

Di tulisan saya sebelumnya, adanya bitcoin dengan sistem blockchain-nya yang masuk ke bursa Chicago Mercentile Exchange sudah membuat saya shock! hari ini kabar keuangan Indonesia tentang inovasi local currency settlement membuat saya shock! dua kali. Ternyata sudah satu tahun lebih kita juga menjajaki alat transaksi pengganti uang kertas dollar agar rupiah kita semakin mandiri di mata internasional. Yang jelas beberapa kali kabar teknologi mengubah mindset keuangan yang sangat kaku (uang kertas) sukses membuat saya membayangkan imajinasi George Lucas dalam film futuristiknya, Star Wars. Ia menceritakan tahun 2200-san kondisi bumi dan sosial budayanya sudah tidak ada lagi uang fisik (flat money), semua digantikan dengan alat transaksi uang elektronik atau digital currency. Dan baru beberapa jam yang lalu dan beberapa hari yang lalu, imajinasi saya tentang LCS atau local currency settlement dan bitcoin yang dengan tiba-tiba masuk ke bursa CME, membuat saya berimajinasi ini akan menjadi leading indicator dan bisa berpotensi menjadi first decentralized digital currency. Sebuah lompatan inovasi yang tidak biasa namun luar biasa.

Ternyata, setelah saya ulak-ulik, agak kecele' sedikit sihg, hmm..bahwa inovasi local currency settlement ini ternyata bukanlah tentang cryptocurrency atau digital currency yang bisa menggantikan uang kertas, ini hanya strategi transaksi agar perkumpulan di suatu Negara yang disepakati lebih banyak beredar mata uang Negara lokal mereka dibandingkan mata uang internasional, tujuannya agar negara tsb punya skenario kenaikan pada nilai neraca perdagangan, ini sumbu pembicaraannya pada ekspor dan impor, namun didalam hal ini setidaknya saya cukup puas lah, bahwa IDR milik kita bisa melemahkan posisi tawar Dollar Amerika Serikat. Bagi saya, ini kemajuan keuangan dan culture shock secara lokal internasional yang baik. Sip, ra popo!

LCS atau Local Currency Settlement adalah inisiatif dan upaya berkelanjutan yang digunakan untuk mendorong penggunaan mata uang rupiah, ringgit, dan baht secara masif di 3 negara tsb didalam transaksi ekspor-impor dan investasinya. Jadi LCS adalah penyelesaian transaksi perdagangan antar dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara dengan penyelesaian transaksinya di dalam yuridiksi wilayah negara masing-masing. Contohnya, bila ada transaksi perdagangan antara Indonesia dan Malaysia bisa diselesaikan dengan mata uang IDR/rupiah, tapi settlement transaksi IDR/rupiah tsb harus dilakukan di Indonesia, begitu sebaliknya. Artinya, transaksi ekspor-impor ketiga negara yang selama ini menggunakan dollar Amerika Serikat kini akan bisa langsung mengkonversi Rupiah, Ringgit, dan Baht tanpa harus lagi membeli US Dollar. Dengan adanya kerangka LCS ini, diharapkan diversifikasi mata uang untuk ekspor-impor di Indonesia dan 2 negara lainnya (Malaysia dan Thailand) bisa lebih beragam dan kita bisa menekan dominasi dollar Amerika Serikat pada transaksi lokal yang kita miliki.

Kondisi saat ini lebih dari 90% komposisi ekspor kita (Indonesia) menggunakan uang dolar AS, sementara komposisi impor yang menggunakan dolar AS lebih dari 78%. Dengan adanya LCS, kita bisa berharap ada diversifikasi mata uang untuk ekspor dan impor, dan sistem keuangan negara kita akan lebih terjaga. Transaksi perdagangan menggunakan mata uang lokal, akan membuat transaksi kita lebih efisien, tanpa harus mengkonversi lagi nilai transaksi tsb ke dalam dolar AS terlebih dahulu. Saat ini, rata-rata perdagangan Indonesia-Malaysia periode 2010-2016 saja mencapai USD 19,5 miliar dengan komposisi USD 9,3 miliar nilai ekspor dan USD 10,2 miliar adalah nilai impornya, ini untuk Indonesia-Malaysia. Sedangkan untuk Indonesia-Thailand, pada periode yang sama jumlah rata-rata perdagangan kita bisa mencapai USD 15 miliar, sebanyak USD 8,5 miliar disumbang dari nilai impor Indonesianya, dan USD 5,5 miliar dari nilai ekspor.

Kondisi ini harus diperbaiki. Sehingga, diversifikasi mata uang sejauh mungkin dapat dilakukan dengan mata uang lokal yang sangat baik untuk kedua Negara. Dengan cara ini, tiga sampai lima tahun kedepan insyaallah kita optimis pengguanaan mata uang lokal dapat meningkat dan mengurangi penggunaan dolar AS secara signifikan.

Lalu benefitnya apa jika IDR atau Indonesia mengalami surplus nilai perdagangan dibandingkan Dolar AS? Benefitnya adalah jika Indonesia mengalami surplus nilai perdagangan, maka jumlah dolar AS yang Indonesia terima lebih sedikit karena tergantikan dengan mata uang lokal. Secara net, ini menimbulkan stabilitas sistem keuangan yang baik.

Cara untuk menjadi didepan adalah memulai dari sekarang, jika Negara kita sudah berani memulai sekarang, saya melihat tahun depan Indonesia pasti akan tahu tentang banyak hal. Kenapa? karena saat ini perkembangan global sangat dinamis dan yang terpenting kita bisa partisipasi didalamnya. Untuk bisa Indonesia menduduki nomor satu Asia dan dunia, perlu sebuah keberanian melawan mainstream dan tidak saling tunggu dengan negara berkembang lainnya.

Kita harus berani mengawali berjalan di urutan pertama, kita harus berani menjadi yang pertama.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?