Penyebaran Virus Difteri Mencekam, Menunjukkan Manajemen Dan Sistem Informasi Kesehatan Negara Kita Lemah


Kejadian sebaran dan penyebaran virus Difteri luar biasa mengkhawatirkan. Yang sebelumnya orang-orang/ masyarakat tidak khawatir, namun lama kelamaan karena banyaknya kejatuhan korban membuat khawatir, dan saya juga malah ikut-ikutan panik juga akhirnya.

Bila langsung menohok kepada komentar manajerial, berikut point to the point-nya. Kita amati bahwa jelas sekali merebaknya kasus Difteri di daerah-daerah di Indonesia menunjukkan adanya masalah yang besar didalam pelayanan kesehatan masyarakat. Jelas ini menunjukkan belum terbangunnya manajemen yang solid dan sistem informasi kesehatan di Negara kita secara sangat serius. Respon reaktif lambat didalam penanganan masalah ini menunjukkan ini terkesan respon tidak ter-SOP, lambat, asal jalan, dan tidak terstandarisasi.

Pemerintah jelas rendah investasinya terhadap manajemen dan sistem kesehatan masyarakat, saya khawatir bila tidak ditangani dengan segera dan secara benar hal ini dapat berdampak buruk di kasus-kasus mendatang. Kurangnya investasi terhadap manajemen dan sistem kesehatan membuat pemerintah menjadi kurang awas, menjadi kurang waspada didalam penanganan kasus-kasus Difteri di berbeda daerah di Indonesia. Sedangkan kita sama-sama tahu, virus Difteri berjalan dan semakin menyebar sedangkan kita hanya diam dan masih panik dan panik saja. As predicted saat lonjakan kasus dan kematian akibat Difteri meningkat massif, pemerintah panik dan baru bereaksi. Hasilnya? Kedandapan, terkesan gagap, dan serba tidak terorganisir disana-sini.

Data dari Kemenkes menunjukkan bahwa selama bulan Januari-November 2017 ini, sudah ada 593 pasien dan 32 pasien tsb meninggal akibat Difteri. Difteri diketahui telah menyebar di 19 Provinsi di Indonesia. Seramnya, diketahui hingga akhir bulan Desember ini (jeda satu bulan saja), total kasus Difteri sudah mencapai angka 903 orang pasien yang tersebar di 28 Provinsi. Artinya apa? artinya adalah peningkatan virus Difteri meningkat 65,6% (atau 310 tambahan pasien terjangkit), itu berarti tinggal enam provinsi lagi di Indonesia ini yang belum ada jangkitan laporan Difteri. Lonjakan kasus Difteri ini seharusnya sudah jadi perhatian pemerintah sejak dini (Kompas, Kamis 28 Desember 2017).

Lonjakan kasus Difteri juga menunjukkan turunnya cakupan imunisasi yang telah dilakukan. Sekedar data historis Kemenkes untuk komparasi, ternyata memang benar bahwa sejak 2011-2016 cakupan imunisasi terus menurun grafiknya dan belum mampu menyamai cakupan imunisasi tertinggi seama 9 tahun, yaitu 93,6% yang dicapai di tahun 2010. Bahkan Laporan Tahunan Indonesia dulu di tahun 2015 juga sudah mengingatkan bahwa Indonesia saat ini adalah negara keempat tertinggi di dunia dengan kasus anak tak tervaksinasi dan tidak mendapat vaksinasi lengkap.

Kesehatan itu kebutuhan segala-galanya bagi kita, jangan sampai kita kehilangan segala-galanya karena kesehatan yang buruk.

#Sehat itu nikmat.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?