Ada Apa Dengan Beras Kita, Kenapa Harus Impor Hingga 500.000 Ton?


George Bernard Shaw mengatakan bahwa “progress is imposible without change, and those who cannot change their minds cannot change anything”, bila kita membutuhkan perubahan dalam struktur tata kelola keorganisasian, kementrian, perusahaan dll, terlebih dahulu perubahan yang harus dilakukan adalah dari dalam pikiran kita terlebih dahulu. Karena saya melihat, entah itu perusahaan, pemerintahan, atau pengelolaan diri sendiri kuncinya adalah keluar dari penjara kesalahan normatif, kenapa kok bisa seperti itu? Karena penjara sesungguhnya (diri kita, organisasi, perusahaan, pemerintahan, dll) adalah diam dari sistem dan strategi yang salah, karena takut dan perasaan kikuk pada apapun disitu (bisa atasan, budaya perusahaan atau organisasi yang kaku, lingkungan politik, partner bisnis, dll), sedangkan kebebasan sesungguhnya bagi organisasi, perusahaan, pemerintahan, dll adalah bebas dari rasa takut itu dengan mengubah sistem dan strategi yang salah. Kenapa kata kuncinya harus penjara ketakutan dan kebebasan? Karena disinilah spot utama lahirnya inovasi, kreativitas, dan tindakan terstruktur yang diluar dari kebiasaan. Dan inovasi, kreativitas, dan tindakan terstruktur yang diluar dari kebiasaan inilah yang ternyata terbukti manjur menyelesaikan masalah saat ini secara tuntas, efektif, dan tepat sasaran. walaupun tidak jarang bikin semua orang dan elemen stakeholder ‘jantungan’.

Beginilah, kalau kamu ingin menjadi solusi masa depan, kamu harus menjawab masalah dan mendapatkan solusi itu. Kalau kamu tidak bisa menyelesaikan masalahmu sendiri, maka percayailah kamu sendiri esok yang akan menjadi sumber masalah dan mungkin malah biangnya masalah.

Saat ini harga beras merangkak naik dan menjadi semakin mahal. Harga rata-rata beras medium di sejumlah pasar tradisional adalah Rp 11.500 per-kilogram, harga ini jauh diatas dari harga HET Rp 9.450 per-kg. Studi kasus area panen padi yang dekat-dekat waktu ini adalah di Boyolali, Jateng, meskipun sudah mulai panen harga gabah kering panen tetap tinggi, yaitu Rp 5.500 per-kg. Area panen padi di Boyolali pada Januari ini adalah sekitar 4.000 hektar. Puncak panen raya padi bakal berlangsung pada bulan Februari besok dengan total luas area panen yaitu 14.000 hektar.

Saya melihat kendala beras secara nasional kita saat ini ada di tiga hal, yaitu: (a) Pertama, bakal ada kekosongan lumbung beras sebelum panen musim rendeng Februari hingga April 2018 ini. Kekosongan lumbung ini berbahaya, sehingga harus dipenuhi. Semua strategi harus bisa menyelesaikan masalah volume pasokan dan konsentrasi pada ketersediaan pangan. Kenapa? Karena ini masalah perut rakyat dan kebutuhan mendasar, harus menjadi skala prioritas dan jangan sampai ada kekosongan. (b) Kedua, operasi pasar beras yang dilakukan pemerintah belum berdampak, dua hari sejak peluncuran operasi pasar, harga beras justru malah naik. Secara rata-rata harga beras medium di pasar induk cipinang (PIBC) adalah sebesar Rp 11.115 per-kg. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata di Januari 2017, yaitu sebesar Rp 9.506 per-kg, dan sebesar Rp 9.710 per-kg di tahun 2016. (c) Ketiga, pasokan masih kurang meskipun masih ada beras operasi pasar. Stok beras PIBC berdasarkan data dari PT. Food Station Tjipinang Jaya, yaitu berkurang dari 35.392 ton pada 1 Januari 2018 menjadi 32.001 ton pada 10 Januari 2018. Sedangkan harga rata-rata beras medium di sejumlah pasar tradisional adalah Rp 11.500 per-kilogram, yang mana harga beras ini jauh diatas dari harga HET Rp 9.450 per-kg. 

Bagaimana to dengan beras ini sebenarnya? Yaa sama halnya dengan beras ini, bahwa harga beras akan semakin merangkak naik (mahal) implikasi dari strategi Kementan yang tidak jalan, sehingga strategi force majeure dilaksanakan (impor 500.000 ton beras khusus dari Vietnam dan Thailand). Apapun pasti ada sebabnya, ada asap pasti ada api, tidak ada konflik kalau tidak dipantik sumber masalah. Iya, saya sudah tahu masalahnya dimana. Begitu juga dengan langkanya beras dan harga beras, pasti ada sebabnya. Bagi saya, ini hanya dalih saja. Ini adalah wujud kegagalan kerja yang serius Kementan saat ini yang terlalu banyak selebrasi, tanpa minus hasil kerja lapangan.

Ini sebuah ingatan kepada Kementan, bahwa penting untuk jitu pada improve, jangan hanya main isu saja, gepyok grebek beras rakyat sana-sini dan akhirnya konyol to. Hanya merusak sistem ekonomi lapis bawah dan para petani yang sudah susah payah dibangun oleh mereka. Eh, sekarang tiba-tiba bilang rakyat menjadi skala prioritas dan harus terpenuhi. Memang kemaren kemana, kok rakyat tidak menjadi skala prioritas? Bagi saya, harus ada perbaikan pada roadmap kerja khususnya pada pengetatan realisasi program, banyak sekali kesalahan rencana terhadap realisasi. Apalagi tentang swasembada, visi misi memihak semua ke petani lapis bawah, tapi realisasinya memutus keberpihakan pada petani lapis bawah, dan bisa menggerakkan mereka. Kebijakan yang dibuat Kementan malah melemahkan daya saing petani lapis bawah.

Bagi saya impor beras 500.000 ton ini hanya dalih saja, bilang saja ada pengusaha impor beras ttt yang lobinya bagus kepada negara yang lebih dipilih. Momentum dan support jauh di-iyakan. Saya fikir saat ini zamannya bukan lagi harus seperti itu, kerja yang profesional saja lah, benahi sistem pertanian dan level volume pasokan beras. Tidak usah banyak alasan. 

Kenapa Kementan tertutup sekali tentang manajemen pasokan beras dan volume lumbung beras? Jangan-jangan ada ‘udang kejepit dibalik kursi empuk’.

Untuk ingatan kepada kita semuanya ya. Jujur, untuk level yang paling elementer saja, Menteri Pertanian kamaren salah kaprah, penggerebekan beras (jujur saya mendapatkan informasi dari sumber terpercaya, katanya penggerebekan ini hasil jawilan pengusaha ttt yang punya conflict of interest terhadap flow perberasan dia, kebetulan yang mengganggu flow-nya itu adalah BUMP punya petani-petani kecil ini, makanya dihabisi cepat saja dengan untuk dalih kepentingan kesejahteraan rakyat, dan hasilnya konyol to. Sekelas Menteri kok yo secepat itu percaya gitu lo, tidak ada check and recheck), ini menunjukkan basis data, monitoring dan evaluasi, dan kelolaan Kementan sangat buruk. Mudah saja tergerak dengan isu. Dan demi menutupi kebego’annya, ia cantolkan kesalahan sana-sini yang bersifat untuk menutupi rasa malu saja.

Akibat kesalahan ini apa? Akibatnya adalah digrebek dan dituduh bla bla bla, ini jelas menimbulkan trauma yang membekas di memori semua petani dan pelaku usaha perberasan di seantero Nusantara Indonesia. Apalagi kondisi saat ini yang miris, bahwa unit penggiling, pemilah, dan pengolah beras badan usaha milik petani (BUMP) sudah tidak jalan seramai dulu (biasanya) lagi. Hampir diatas 75% fungsi mesin tidak beroperasi, gudang tidak penuh, dan sudah tidak ada lagi truk-truk kontainer yang bersiap mengangkut hasil beras petani-petani desa lagi ke kota-kota besar lagi.

Case study BUMP PT. Pengayom Tani Sejagad Wonogiri, yang merupakan BUMP yang dulunya adalah menjadi kebanggaan warga petani dan merupakan BUMP yang sahamnya dimiliki oleh para petani, sekali lagi sahamnya dimiliki oleh para petani yang mana BUMP ini dimotori oleh anak-anak muda daerah tsb dengan memperkerjakan 120 orang mayoritas berusia kurang dari 30 tahun, mereka yang mengumpulkan, mengolah, memilah, mengemas, dan memasarkan beras organik hasil produksi 900-an petani yang tersebar di daerah tsb. BUMP ini yang menyuplai beras premium ke ritel-ritel modern di kota-kota besar di Indonesia. Volume produksi dan operasionalnya bisa berkisar antara 400-450 ton per-bulan dengan nilai valuasi rupiah milyaran rupiah. Saya melihat ini jelas bukanlah angka yang kecil bagi sebuah usaha berbasis BUMP yang baru saja di buka Mei 2016 dan merintis.

Artinya apa? Artinya cashflow dengan konsep BUMP ini bisa melahirkan desentralisasi keekonomian bagi petani-petani kecil lapis bawah di daerah tsb. Dan akibat ulah goblok menteri pertanian dengan menggerebek akhirya merusak sistem ekonomi itu yang susah payah petani lapis bawah bangun. Didalam penggrebekan beras konyol tsb, gudang BUMP jadi sasaran penyegelan, dan dalam perkembangan kasus tsb, alhamdulilah sesuai prediksi saya, secara jelas dan gamblang BUMP tsb bebas dari segela tuduhan hukum dan pelanggaran konyol yang didakwakan. Apakah sandiwara goblok ini berhenti disitu saja? Oh tidak. Sandiwara ini melahirkan kondisi BUMP jatuh rusak luar biasa dan tidak mungkin bisa kembali seperti sedia kala. Para pelanggan mereka pada kabur dan ikut jera (walaupun mereka pun bingung, jera akibat salah yang mana yang mereka perbuat), menjadi khawatir dianggap menimbun beras, kondisi operasi penggilingan, jenis beras khusus yang diperdagangkan menjadi ambigu (akibat aturan HET yang ditetapkan), volume demand dan pengiriman beras langsung anlok drastis, perdagangan antarwilayah dan antarpulau menjadi resistance, sebagian karyawan muda tua yang terpaksa diberhentikan dan ternyata mereka telah merantau lagi ke luar daerah dan ada juga ke luar Negeri (jadi TKI) untuk mencari kerja.

Renungannya adalah: bagaimana saat Negara menjadi musuh rakyat dan mereka lebih memilih ego jabatan untuk meneruskan tindakan konyol mereka?! Bandem sandal endase.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?