Belajar Dari China: Pelan Tapi Pasti, Pergeseran Mindset China Dari “Buatan” Menuju “Rancangan” Semakin Nyata


Penting sekali untuk selalu meng-upgrade dan meng-update ilmu kita. Agar proses perkembangan, persaingan, teknologi, dan inovasi semakin bisa kita petakan, tangkap, dan jadikan acuan untuk berkembang. Dalam hal ini, saya yakin sekali jika kita saat ini sekedar berubah saja tidak cukup, kita butuh berubah lebih baik. Yes! memang benar, bahwa setiap perubahan yang lebih baik pasti menimbulkan ketidaknyamanan. Dan ketidaknyamanan inilah yang seharusnya kita ubah menjadi kenyamanan.

Kenapa? Karena di dunia ini (untuk level perubahan), pilihan selalu ada dua, yaitu (a) kita yang membuat perubahan tsb; (b) ataukah kita bagian dari rencana perubahan orang lain? Biasanya, kalau kita ikut perubahan seseorang/orang lain, ia tidak bisa memastikan nasibnya ia sendiri, ia selalu jadi korban, tidak punya pilihan banyak, tidak pernah bisa independen, selalu dalam keadaan ketidaknyamanan yang tidak mampu ia kontrol sendiri.

Kalau saya? Saya jelas akan mending memilih yang melakukan perubahan lah, bisa mengusahakan nasib saya sendiri dan merencanakan orang lain, dibandingkan dijadikan bagian dari rencana orang lain. Edan po, kon melu-melu wong ra jelas maksut dan tujuane apik opo elek. Jo ojo dominan eleke.

Kecuali kadang boleh lah, kalau kompromi itu lebih banyak kebaikan, untuk agama, kebenaran, dan win-win solution, dibandingkan diskriminasi dan ketidakadilan, apalagi substansi mengarah kepada pelanggaran hak kewajiban, dan ada arah-arahnya slavery disitu. Yakin, jelas saya musuhi orang tsb.

Kembali ke pembahasan China. Dari 2.257 orang superkaya di bumi ini, ada sebanyak 609 orang terkaya yang berasal dan mukim di China. Jumlah superkaya China sudah mengalahkan Amerika Serikat yang ditinggali sebanyak 552 konglomerat. Dari 10 kota utama tempat super kaya tsb tinggal, ada 4 yang berada di China. Yang menjadi unik apa disini? Yang menjadi unik adalah perusahaan-perusahaan China tidak masuk dalam daftar konglomerasi besar dunia hingga abad ke-20. Meski demikian, rintisan untuk menuju kesana sudah dilakukan sejak dekade tahun 1970-an. China kala itu sangat mendorong pertumbuhan wirausaha. Bentuk insentifnya berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam beberapa tahun terakhir, insentif diberikan antara lain kepada wirausaha berbasis teknologi dan inovasi. Pada tahun 2006, Presiden China Hu Jintao mencanangkan target bahwa China harus menjadi bangsa inovatif pada tahun 2020. Selanjutnya, di pertengahan 2014, Perdana Menteri China kembali menegaskan kebijakan China soal wirausaha berbasis inovasi. China fokus liberalisasi perdagangan, bukan komunis. Ia menyebut konsep itu sebagai Wirausaha Massal, Inovasi Universal. Kebijakan ini diambil untuk menghasilkan mesin pertumbuhan baru era infrastruktur, manusfaktur generasi awal, gelombang besar tenaga kerja, dan konsumsi yang melambat (Kompas, 11/02/2018).

Lalu menjawab judul tulisan ini, "Kita Harus Belajar: Pelan Tapi Pasti, Pergeseran Mindset China Dari “Buatan” Menuju “Rancangan” Semakin Nyata". maksutnya bagaimana?

Ini maksutnya adalah Negara China saat ini sedang berusaha mengubah mindset berpikir dan penguasaan pasar. Bahwa China tidak mau lagi cinta dengan "produk-produk buatan China", melainkan China mulai bangga dengan "produk-produk hasil rancangan China sendiri". Artinya, China menyadari menjadi 'penjahit' karya orang lain selalu tidak diuntungkan dibandingkan hasil karya sendiri. Caranya? dengan pusat inovasi, teknologi, dan research and development.

China sudah menyadari pentingnya integrasi dalam menghubungkan atau dihubungkannya pihak-pihak atau unsur-unsur didalam stakeholder bisnis dan/atau linier dengan hal itu. Dengan cara menggandeng perguruan tinggi perguruan tinggi yang ada disana agar proses inovasi tsb menjadi terukur, presisi dan sukses terealisir. Gambaran menggandeng perguruan tinggi ini kayak gimana? Yaitu perguruan tinggi membuat kelompok perusahaan-perusahaan rintisan berbasis inovasi yang dilakukan oleh mahasiswa dengan bimbingan ketat dosen, dan di-funding di danai 50%-nya oleh pemerintah. Syaratnya, TRL teruji diatas skor 5. Apakah ini berjalan? Yes! berjalan. Terbukti kelompok perusahaan-perusahaan rintisan tsb telah menyumbang pendapatan besar bagi negara China sebesar 25% (realized) dari PDB Nasional China dan menyumbang sebesar 23% juga dari total pendapatan pajak di China. Artinya, ini luar biasa dan bukan lagi konsep tak teruji, ini sudah terbukti.

Karena ini bagus, saya pikir penting sekali ya Indonesia melakukan hal yang sama. Apalagi dengan tenaga kerja muda Indonesia saat ini yang jumlahnya luar biasa banyak, yaitu 50% populasi Indonesia adalah umur produktif, data BPS 2015. Oleh karena itu, saya fikir Indonesia harus membutuhkan 'mesin baru' perekonomian. 'Mesin' ini tidak hanya menampung tenaga kerja yang amat banyak, tapi juga harus bisa mendorong peningkatan kesejahteraan. Kurikulum harus dirubah. Dari yang sebelumnya kurikulum akademik berbasis working dan labour minded, dirubah menjadi entrepreneur minded. Dari kurikulum dengan harapan lulusan babu, pekerja, dan karyawan, dirubah menjadi wirausahawan.

Saya memandang, perlu sangat diperbanyak pusat-pusat pelatihan wirausaha di kampus-kampus dengan hilirisasi sektor-sektor bisnis rintisannya yang jelas, sehingga yang lahir output kinerja, bukan cuma konsep. UGM atau Universitas Gadjah Mada Yogyakarta saat ini telah dan sedang melakukan hal tsb, realisasi hasil baru mungkin bisa dirasakan awal-awal tahun 2022-an, semoga secepatnya bisa bermanfaat dan menyusul ketertinggalan Indonesia dalam bidang industri dan pendidikan yang selama ini kita rasakan.

Pendidikan memang tidak menjamin sukses, tapi tanpa pendidikan hidup ini akan semakin sulit. Mindset yang seharusnya kita bangun tentang pendidikan dan kewirausahaan adalah orang lain atau negara lain boleh meragukan mentertawakan impian dan usaha-usaha kita, tetapi kamu jangan pernah. Apapun yang terjadi, majulah, melangkahlah, mundur bukanlah pilihan.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?