Permainan Uang Di Pilkada, Memang Piye To Kui?!


Pilkadal memang selalu punya ceritanya sendiri. Gejala-gejalanya pun juga punya ciri khasnya sendiri. Dari gejala ‘beli tunggangan bemo’ untuk pencalonan, sawer-saweran, dan sebar-sebaran uang. Apapun itu, itulah yang menjadi riwayat didalam pemilihan kepala daerah.

Ini sebenarnya pola lama. Dan tidak ada yang benar-benar baru didalam permianan ini. Sehingga antara independensi, idealisme, dan investasi uang melalui politik pilkada menjadi dipertanyakan?!  Modal besar membuat ikut pilkadal ini mau tidak mau harus melakukan investasi koruptif secara kepentingan yang terbangun dari masing-masing pihak. Didalam meja pilkadal ini, kita tinggal melihat investor hanya tinggal tunjuk siapa kandidat2 yang punya daya pressure elektabilitas yang tinggi. Tinggal dia investasiin dana politik besar dan lakukan MoU perjanjian untuk deal-deal apa saja yang harus dilakukan di saat esok ia terpilih dalam pencalonan.

Bahkan, sudah menjadi hal wajar, bahwa investor2 tidak menaruh uang2nya dalam satu keranjang. Investor dengan kapasitas finansial tinggi/besar bahkan berani menaruh uangnya dalam keranjang2 yang banyak, bahkan kepada mereka-mereka yang bertarung didalam meja pilkadal tsb. Sehingga kalau satu gagal, masih ada cadangan lainnya yang menang. Konsekuensi ini apa? Konsekuensinya adalah saat mereka2 yang tadi dibiayai terpilih dan mengelola dana APBD/N memuluskan kepentingan para investor2 ini agar mereka segera balik modal/break even.

Inilah yang disebut supply dan demand peburu rente didalam dunia politik. Saat satu atau dua ataubahkan semua calon pengikut pilkadal ikutan, terbelilah sudah independensi, idealisme dan sikap kerakyatan mereka. Karena definisi rakyat bagi mereka bukanlah rakyat jelata yang harus diperjuangkan, melainkan adalah rakyat investor mesin politik mereka agar bisa balik modal dan tidak kecewa. Kadang, seiring model pilkadal serentak yang saat ini akan dilakukan, membuat para kandidat kepala daerah malah makin berani ‘pasang tarif’.

Seharusnya, integritas, independensi, dan kapabilitas kandidat adalah panduan kejujuran yang tegak dan menjadi bagian dari keamanan pilkadal. Karena martabat yang tergadaikan, sudah menjadi barang murah. Sudah menjadi pemimpin murah dan murahan.

Semoga kita dijauhkan dari kejadian-kejadian dan gejala-gejala tsb. Masih banyak cara-cara yang berdaulat dan tetap independen pun investor seharusnya berpikir tentang investasi kualitas kepemerintahan NKRI yang baik di masa yang akan datang ini. #Ya memang kuncinya semoga ada investor jujur dan negarawan. Karena calon2 pemimpin daerah itu sebenarnya hanya pion2 yang dipasang saja didepan publik.

Sekarang ini, yang kita butuhkan untuk jadi wakil rakyat adalah tidaklah lagi orang-orang yang pintar. Tapi orang-orang yang perduli, jujur, mau serius totalitas bekerja untuk rakyat dan kalau perlu sudah melupakan kepentingan pribadinya sendiri (dalam hal materiel). 

Apakah orang model begitu masih ada di zaman ini?! Gak tau sih masih ada apa gak, namun yang pasti itulah suara jujur dan kejujuran dari relung hati rakyat kecil, rakyat lapis bawah.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?