Antisipasi Ujaran Kebencian

 

Kita harus ikut bertanggung jawab mengendalikan ujaran kebencian. Nuansa-nuansa singgungan di medsos atau dunia nyata tentang suku, agama, ras dan antargolongan sudah mulai mengemuka dan memanas. Kemunculan egoistik provokatif satu dua orang ini harus dikendalikan. Dikhawatirkan akan menjadi semacam effect hello yang menyebar dan menjangkiti pemikiran-pemikiran warga awam yang reaktif yang sulit membedakan benar salah. Apalagi muncul puisi-puisi aneh tentang cadar adzan hijab dll, dan tentang juga Indonesia akan hancur 2030 akibat kebanyakan baca novel.

Data yang saya amati dari Bawaslu dari tim cyber-nya mengatakan ada potensi konflik yang ditunjukkan dengan temuan sekitar rata-rata 20 laporan ujaran kebencian di medsos di setiap provinsi di tahun politis ini. Laporan ini rata-rata berisi meme, informasi terindikasi fitnah dan kebohongan, ajakan untuk tidak memilih calon tertentu, ajakan kebencian berupa kata dan tindakan karena alasan suku ras agama, dan beberapa tindakan signifikan yang provokatif disintegrasi lainnya.

Mengantisipasi ini, disebut konflik sebenarnya juga terlalu dini karena demokrasi haruslah diuji memang kematangannya. Semakin kita serba mengontrol keadaan, dan kaku harus didalam koridor tertentu, hasilnya malah otoriter, bukan kematangan politik. Tapi Allahu a'lam bissowab sih tentang hal itu. Jalur tengahnya mungkin semua hal harus disikapi dan direspon proporsional. Yes! Harus proporsional, agar objektif.

Masyarakat jelas bisa berperan aktif dalam mencegah penyebaran ujaran kebencian. Dan ini (keaktifan/partisipatif) malah menjadi indikator bahwa tingkat keperdulian (careness) masyarakat tinggi. Ini bagus sebagai filter alami. Langkah serupa bisa juga dilakukan oleh pengawas pemilu di berbagai tingkat kabupaten di seluruh wilayah di Indonesia. Karena besok 27 Juni 2018 ini kita memiliki hajat politik yang besar, yaitu 154 Kabupaten Kota dan 17 Provinsi di seluruh Indonesia yang melakukan hajatan pilkada serentak tahun 2018.

Agar win-win solution. Apa tugas negara agar masyarakat mudah melaporkan? Pemerintah harus menyediakan layanan pelaporan dengan keamanan pelaporan tingkat tinggi namun di-branding itu menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat dan mudah diakses (online/non online). Kita buat partisipatif publik menjadi lebih produktif.

Semoga kita menjadi insan-insan pemersatu bangsa dan dijauhkan dari sikap sifat fitnah dan disintegrasi disorganisasi disnasionalisasi dengan menyinggung isu-isu perpecahan suku, agama, ras dan antargolongan. Yang bukan membuat semakin satu, tapi hancur terpisah-pisah berantakan.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?