Eksalasi Perang Dagang China Meningkat


Benar, saat ini persaingan antar negara di dunia sedang nge-trend perang dagang. Gak tau motifnya apa. Saat ini jalur diplomasi bukan lagi partnership dan win-win solution, kayaknya sudah mulai bergeser pada mekanisme pasar dan aktualisasi diri siapa yang kuat dan siapa yang harus dilemahkan, bergeser menjadi semacam cara kanibal “the big eats the small, the strong eats the weak”, yaitu semacam yang besar memangsa yang kecil atau satu arti dengan yang kuat memangsa yang lemah. Terbukti, paman Donald sedang menggunakan intusisi dan insting bisnisnya dalam menggerakkan ekonomi dan kekuatan biletaral negaranya terhadap negara lainnya.

Secara strategi, saya melihat China didalam track yang benar dengan menggodoknya (digodoknya) realisasi pada rencana penerapan aturan antidumping sementara. Kebijakan ini diterapkan atas sorgum dan karet sintesis impor dari AS, Uni Eropa, dan Singapura. Kebijakan ini bisa sekali meningkatkan ekskalasi negosiasi perdagangan Beijing dan Washinton, di tengah kebijakan yang bersifat saling balas atas sejumlah tarif yang diterapkan kedunya dengan nilai miliaran dollar AS. Walaupun dikatakan, bahwa kedua negara tidak memasukkan hal itu dalam proses negosiasi. Dengan kata lain, Beijing bebas menerapkan kebijakan ini. Kedua pihak tidak menggelar negosiasi bilateral terkait seksi investigasi 301 atau daftar produk China yang diajukan AS untuk dikenai tarif.

Disisi lainya, Donald Trump dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat di Florida bersepakat dan melakukan kesepakatan, bahwa sepakat untuk memulai negosiasi dagang baru yang “bebas, adil, dan saling timbal balik”. Kesepakatan ini diperoleh setelah pertemuan dua orang ini selama dua hari terakhir; Dalam kesepakatan tsb, Abe gagal mendapatkan pengecualian dari Washinton atas pengenaan tarif impor baja. Trump juga sejauh ini tetap bergeming dengan sikapnya untuk tidak bergabung didalam Kemitraan Trans-Pasifik yang baru (TPP 11) yang sedang dipimpin oleh Jepang. Tapi meskipun demikian, kita sangat pede bisa menggaris bawahi bahwa hasil pertemuan AS-Jepang ini memberikan sinyal bahwa Trump sudah mengambil sikap yang lebih lunak, khususnya di bidang perdagangan dengan negara-negara lain.

Kalau melihat keadaan saat ini, jika kita garis bawahi secara potensi. Apa saja potensi yang bisa kita baca dari keadaan ini? Dalam keadaan ini, saya membaca beberapa potensi sebagai berikut, (a) Pemerintah China menyiapkan aneka langkah antisipatif jika eksalasi perang dagang meningkat. Tapi, Beijing tetap optimis dalam proses negosiasi dengan Amerika Serikat; (b) Pemerintah China mengaku mempersiapkan diri dengan baik dalam mengantisipasi efek negatif dari perselisihan dagang dengan Amerika Serikat. Langkah-langkah yang disiapkan dan/atau dilakukan Beijing terhadap barang-barang impor dari AS diyakini tidak akan berefek banyak bagi industri domestik China; (c) Survei Bank Sentral AS, The Federal Reserve, didalam buku Beige terbaru yang dirilis menunjukkan bahwa perekonomian AS tetap tumbuh secara moderat, sekalipun ada kekhawatiran atas meningkatnya tensi perdagangan dengan China. Para investor mengamati secara kinerja ketat korporasi-korporasi eksisting saat ini, khsuusnya yang melantai di Bursa Efek. Di sisi laporan lainya, pendapatan perusahaan obat asal Swisss, Novartis contohnya dilaporkan naik hingga 12% pada triwulan I-2018, yang terdorong kuatnya kinerja beberapa produk kunci. Kesimpulan kinerja makro mikro Amerika Serikat sebenarnya menunjukkan perang dagang Amerika Serikat China tidak berdampak, hal-hal yang dilakukan AS adalah bentuk ambisi As untuk tidak mau kalah dengan siapapun dan tidak mau terancam pasar/cakupan pasar/kekuasaan pasarnya diganggu dan dimiliki orang lain. Clear ya?!

Memang masalah perang dagang China Amerika ini apa to? Fakta masalah perang dagang yang dihadapi China oleh Amerika adalah: (a) Amerika Serikat secara defakto membaca langkah China saat ini sebagai simbol perang yang harus dihadapi. Amerika melihat China sedang ingin head to head, dan ini harus direspon serius. Walaupun, China akhirnya berharap Washinton tidak salah sangka terhadap langkah-langkah Beijing. Diharapkan Washinton tidak menggunakan kebijakan-kebijakan perdagangan protektif merespon pembangunan ekonomo China dan memaksa China berkonsensi. Washinton juga diharapkan tidak serta merta memberikan reaksi negaif atas langkah-langkah itu; (b) Atas hal tsb, sepertinya Amerika tidak bergeming. Tindakan Amerika Serikat bahkan sudah tidak lagi didalam instruksi, namun sudah didalam realisasi, yaitu atas tindakan Beijing tsb AS malah sudah melarang perusahaan-perusahaan AS menjual aneka piranti (hardware/software) kepada perusahaan peralatan telekomunikasi China, ZTE, selama kurun waktu tujuh tahun; (c) Disisi lain, Trump sendiri kemaren mengklaim bahwa pihaknya dna Beijing cukup produktif dalam menegosiasikan perdagangan dengan membawa kepentingan masing-masing. Investigasi 301 AS difokuskan pada hal-hal yang menurut Washinton sebagai pencurian hak intelektual yang dilakukan Beijing. Termasuk kegagalan untuk menghargai hak-hak paten dari luar negeri; (d) Atas hal ini (yang dikatakan China meremehkan AS), respon dari China menggunakan ungkapan sarkastik berkebalikan: “Kita harap, AS tidak akan meremehkan kami”;

Kalau melihat gaya perang ini. Kita bisa mengabil satu pelajaran, bahwa "Jika Anda memahami siapa musuh Anda dan siapa diri Anda. Maka, Anda tidak perlu khawatir akan hasil dari 100 pertempuran lainnya (Sun Tzu, The Art of War)". Semoga perang dagang yang sedang terjadi antar mereka yang akhirnya ngefek juga ke kita (Indonesia), bisa kita petakan posisinya ada dimana, dan kita bisa mencari dimana celah daya saing dan posisi strategis keekonomian dan level strategis lainnya, agar kita tidak terlibas dengan efek perang ini, namun bisa mengambil keuntungan besar atas konflik dan masalah egosentris keekonomian mereka tsb saat ini.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?