Generasi Milenial Mamandang Politik Indonesia Saat Ini


Banyak sekali ya tulisan saya sebelum-sebelum ini membahas tentang generasi milenial. Tapi kalau mau dibuat review, bahwa generasi milenial adalah generasi yang lahir antara jenjang waktu 1982 hingga tahun 2000. Atau kalau berdasarkan riset, generasi milenial adalah generasi Y atau Echo Boomer atau akrab disebut dengan Generation Me, yaitu kelompok manusia yang lahir diatas tahun 1980-an hingga 1997 (Strauss & Howe, 1991). Mereka-mereka ini disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati millennium kedua sejak teori generasi ini dibuat pertama kali oleh Karl Mannhein pada tahun 1923.

Nah. Kalau sekarang pertanyaannya tentang sikap dan pandangan kita/generasi milenial memandang perpolitikan Indonesia saat ini bagaimana? Kalau kita mengacu riset dari Litbang Kompas dan apa yang saya rasakan sebenarnya (khusus bahasan ini) tidak ada perbedaaan yang mencolok dan signifikan ya terkait sikap pandangan dan argument antara generasi milenial dan generasi sebelumnya. Namun tetap, pasti ada satu dua variabel kami yang sangat independent dan tidak bisa semudah itu dibaca dan digeneralisir oleh kebanyakan orang dan generasi old sebelumnya. Itu bentuk independensi kami, itulah bentuk generasi kami pun punya sikap, wilayah kedaulatan, dan cara pandang dan solusinya sendiri.

Kami tidak bisa hanya dicirikan berdasarkan usia yang muda. Tapi kami juga punya nalar dan intuisi politik yang tidak kalah tajam, even ketajaman tsb tidak sehebat mereka-mereka yang punya jam terbang tinggi dibidang perpolitikan Indonesia. Tapi ingatlah, secara dosa dan indepedensi pandangan, kami jauh lebih unggul didalam hal tsb. Generasi kami sebelum ini (generasi old), secara dosa politik dan administrasi politik mereka lebih banyak dosa-dosa birokratif dan intrik yang tentu tidak perlu diceritakan tapi kita cukup tahu tentang track record didalam hal ini.

Memang secara benang merah. Hal yang paling mencolok adalah di teknologi, inovasi dan pengembangan perkembangan. Generasi tua banyak yang berpikiran satu dua hal tsb mitos, dan kami sudah membuktikannya menjadi nyata. Teknologi, inovasi dan pengembangan perkembangan telah membawa kami dalam perspektif masa depan yang kami bawa ke masa sekarang. Benar, karena kita harus memandang masa sekarang secara futuristik agar ada integrasi yang solid, proporsional dan harus dengan kolaborasi agar output-nya revolusioner.

Kalau menukil risetnya Kompas untuk hasil survei kinerja 3,5 tahun Jokowi-Jusuf Kalla menunjukkan bahwa sebagian besar (72,4%) generasi milenial dan pasca milenial puas dengan kinerja pemerintahan sekarang. Kalau kita gunakan parameter tingkat kepuasan responden yang bukan generasi milenial, hasilnya menunjukkan berbeda jauh. Tingkat generasi diluar generasi milenial adalah 72,1%. Kalau saya mengamati riset ini diambil pada 21 Maret-01 April 2018 pada 1.200 responden di 32 provinsi di Indonesia. Didalam riset tsb terdapat 37% responden berusia 17 tahun hingga 37 tahun. Artinya adalah hampir satu per-tiga bagian dari responden itu adalah generasi milenial (generasi milenial: 22-37th; generasi pasca milenial: <22 th).

Hasil ini menunjukkan bahwa generasi milenial yang selama ini dipandang sebagai generasi yang tidak mudah dipahami dan cenderung punya gaya dan style-nya sendiri ternyata didalam hal opini dan sikap politik, mereka tidak terlalu berbeda dengan mayotitas masyarakat kesamaan.

Padi tumbuh tak berisik, begitulah anak muda. Itulah yang dikatakan Tan Malaka yang saya sangat ingat-ingat. Tak perlu menonjol tapi ia tumbuh progresif dan mempengaruhi keadaan.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?