Memberi Peluang Untuk Daya Saing Lokal


Kita tidak mungkin menemukan lautan biru jika kita tidak berlayar jauh, begitu juga dengan daya saing. Kita tidak akan menemukan daya saing kita jika kita tidak adaptif dan punya respon cepat terhadap perubahan. Yes! kesuksesan tidak mungkin dicapai dengan instan. Pasti kita kesakitan dahulu. Lalu kesakitan tsb membuat kita berpikir. Pikiran membuat kita bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bertahan dalam hidup dan kompetisi.

Kalau katanya Porter, Profesor dari Harvard Business School didalam presentasinya mengatakan bahwa daya saing atau competitiveness is productivity with which a nation uses its human, capital, and natural resources. Oleh karena itu, saya setuju saat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melakukan kunjungan ke IIMS atau Indonesian International Motor Show di JIExpo untuk mendukung karya anak bangsa dan ikut mempromosikannya. Bahkan demi menunjukkan antusiasmenya, presiden mengenakan jaket jins denim bergambar peta Indonesia. Saya mengapresiasi sangat besar, bahwa beliau memahami ini harus didorong, harus dimotivasi, harus dipromosikan, harus ditampilkan ke publik, agar 'pasar' tahu bahwa ini prospek, ini punya masa depan secara pasar dan layak untuk diperjuangkan. Saya apresiasi luar biasa atas keperdulian presiden akan hal ini.

Benar memang, untuk berdaya saing (competitive), kita harus perduli; punya keperdulian. Sehingga variable yang perlu diperhatikan setelah itu adalah: haruslah ada a sets standard of leaving; what how; combination of domestic and foreign firms; local or domestic industry sebagai most productive environment for business and social; it is different but interrelated roles. 

Ini kan kita bicara tentang daya saing lokal (local competitiveness) yang diberikan panggung dan peluang ya. Makanya biar tulisan ini ada nilai tambah, kita coba petakan ya, dimana masalahnya, dimana potensinya, dan dimana solusi strategi yang seharusnya dilakukan. Ada fakta masalah/tantang sebagai berikut: Pertama, “satu mobil listrik, katanya bisa punya 10% dari total jumlah komponen mobil biasa yang kita biasanya tangani dan lihat”. Artinya apa? 90% komponen mobil listrik lainnya adalah baru, benar-benar perombakan total; ini katanya presiden sendiri loh didalam pidatonya di IIMS tsb; Kedua, pelaku otomotif tradisional harus realistis, bahwa otomotif tidak memandang ke belakang, tapi ke masa depan. Masa depan otomotif dan teknologi kita saat ini adalah mobil motor listrik, bukan mobil kuno; Ketiga, saat ini revolusi industri 4.0 memaksa kita masuk ke lubang transisi; transisi ini bisa diartikan masalah besar, bisa juga diartikan tantang besar; kalau kita menyikapi ini positif artinya bakal ada pekerjaan yang hilang itu akan tergantikan dengan munculnya pekerjaan baru; transisi teknologi ini akan membuka peluang kerja baru.

Jika kita saat ini lebih senang dengan moda transportasi berbasis aplikasi dan internet, maka jelas, prospek mobil motor kustom yang old dan cenderung mengutak-atik motor lawas dibandingkan teknologi futuristik akan hangus ditelan pasar. Perhatikan ya, mobil pribadi saja yang biasanya digunakan 2-3 jam perhari, akan menjadi mobil publik yang akan digunakan terus-menerus. Ini harus menjadi catatan loh. Gak main-main desakan perubahan revolus industri 4.0 ini.

Jelas revolusi industri 4,0 ini membawa revolusi otomotif dan teknologi didalam sudut pandang baru. Atau mungkin keyakinan baru. Nah ini yang bahaya. Lalu optimisme kita apa? Optimisme kita adalah kondisi pasar Indonesia (current) masih menunjukkan trend positif pada sektor otomotif, ditunjukkan dengan masih tingginya volume ekspor. Di tahun 2016 saja, produksi kendaraan bermotor roda empat masih 1,17 juta unit dan tahun 2017 menjadi 1,21 juta unit. Untuk ekspor CBU (kendaraan utuh) naik dari 194.000 unit di 2016 menjadi 231.000 unit di 2017. Ekspor komponen otomotif bahkan naik 13 kali lipat dari 6,2 juta barang di 2016 menjadi 81 juta barang di 2017. Bahkan sejumlah APM melaporkan peningkatan penjualan pada kuartal pertama tahun ini. Intinya adalah: kondisi pasar lokal otomotif masih positif, growth-nya masih bagus. Cuma catatannya harus hati-hati dengan desakan revolusi industri 4.0.

Lalu tentang mobil listrik. Kehadiran mobil listrik justru harus disadari membawa dan mewarnai ekosistem baru didalam keduniaan otomotif dan teknologi. Kedepan kita harus realistis, bakal banyak akan kita temukan mode-mode bisnis baru seperti public charging. Yaa semacam SPBU baru yang fungsinya untuk ngecas mobil motor. Makanya, antisipasi sekaligus strategi yang harus kita lakukan didalam hal ini adalah anticipating, adapting, and envolving. Pemain kustom dan otomotif tradisional, harus mulai berpikir futuristik tentang pengembangan dan penelitian tentang gambaran otomotif masa menjawab masa depan itu yang bagaimana. Pasar otomotif zaman old tentu tetap dipertahankan, namun harus bisa memilih, mana yang harus jadi core, mana yang harus jadi secondary dan variable pelengkap.

Kita harus bergerak cepat dan membuka pikiran untuk menangkap peluang dan masa depan baru industri ini. Konsep pembangunan harus semua, kalau ada hasil pembangunan, semua harus rasakan hasil pembangunan tersebut.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?