Rencana Kepercayaan. Apakah Kepercayaan Perlu Direncanakan?


Bagi saya, lebih baik berbicara jujur meskipun menyakitkan seseorang daripada saya tipu dan orang tersebut tersenyum bahagia (karena tidak tahu). Lebih baik rasa pahit diberikan namun itu jamu yang menyehatkan.

Gejolak global lokal saat ini sudah ngublek (bercampur) menjadi satu. Putih hitam merah abu-abu menjadi samar-samar dan sulit dijelaskan diuraikan. Tapi bagus juga sih, karena akan jelas siapa yang positif dan siapa yang negatif. Kalau masih sulit membedakan? Ya tinggal pakai cara bodon saja, dia sekarang berada/berdiri di posisi mana dan siapa. Nah, sikap golongan dan kelompok itu bagaimana sekarang. Agak gepyok uyah tapi untuk brainstorming sekilas tidak ada salahnya lah.

Isu-isu negatif yang berkembang harus diimbangi dengan langkah yang riel, yang nyata. Kepercayaan tidak boleh jadi rencana namun harus menjadi hasil yang bisa dinikmati. Jangan melakukan wait and see. Karena menjadi penonton hanya membuat keadaan ini berkepanjangan. Harus ada yang berani “ambil dan jemput bola”, harus ada yang berani, harus ada yang punya “inisiatif”.


Kalau kita nelihat kondisi dunia dan politik saat ini. Kondisinya sudah serba asumtif; entah di politik bahkan level ekonomi, entah dari isu-isu dan tandem perang dagang, blockade-blokade dan diskriminasi AS-China, Rusia, Uni Eropa. Agar ini tidak berefek lebih lanjut/parah, maka kita/ASEAn dan Asia-Pasifik harus bersepakat dan bekerjasama untuk perlindungan ekonomi, agar trend keekonomian kita saat ini tidak ikut anjlok dan bias. Saya melihat ini menjadi tanggung jawab kita bersama.

Didalam kontestasi demokrasi, kita berharap adanya adu gagasan dan adu program, bukan adu argument benar salah. Kita butuh persatuan, bukan kemenangan kelompok tertentu. Kita butuh pembangunan, bukan bencana nasional.

Oleh karena itu, jangan ada keraguan didalam pembangunan bersama bangsa ini. Berbeda agama, suku, budaya, bahasa, partai, ormas boleh. Selama kita tetap satu juang, berjuang untuk bhineka persatuan Indonesia raya.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?