RI Kehilangan Efektivitas, Karena Lingkungan Politik Tidak Mendukung


Persoalan mendasar kita adalah tentang pembangunan ekonomi dan kebijakan yang tidak efektif. Salah satu variable internal yang menonjol ‘menggasak’ semuanya itu apa? Adalah lingkungan politik. Satu itu yang selalu punya alasan ‘menggasak’ dan membuat resisten pembangunan ekonomi. Sebenarnya ujung pangkalnya mudah diidentifikasi sih. Yaitu pasti karena banyaknya inefektivitas kebijakan di negara itu. Pasti itu!

Rujukan kita seharusnya bukan teori, tapi pengalaman kebijakan. Oleh karena itu, perbaikan lingkungan politik harus segera dimulai dan dilakukan.

Cara pembangunan ekonomi (khusus ekonomi) yang selalu efektif di segala situasi adalah investasi. Kita harus sadar bahwa investasi itu adalah momentum. Oleh karena itu untuk membangun momentum, kita sudah harus jelas dulu dalam jawaban tentang peluang. Sehingga saat ini kita bisa menjawab pertanyaan: “sebenere awakdewe saiki due peluang bisnis oppo wae?!” Saya melihat, dengan tertatanya investasi, kita tidak akan ‘ketinggalan kereta’ dengan negara-negara lainnya. Tapi kalau kerjanya cuma “wait and see”, yaa ketinggalanlah pastinya. Kita sekarang harus ada action!

Caranya bagaimana? Kita membutuhkan kerjasama. Sekarang saatnya, kita perlu Indonesia yang tidak cengeng tetapi petarung yang mau berinvestasi dan mau berkembang ke depan. Momentum yang saya maksud adalah: (a) momentum perekonomian global yang sedang membaik; (b) momentum stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan Indonesia yang baik; (c) dan momentum pengakuan lembaga pemeringkat utama terhadap level investasi di Indonesia.

Lalu, bagaimana dengan 2017/2018 yang mengatakan sebagai transisi APBN? Transisi dari target dan pagu sebelumnya terlampau tinggi ke target dan pagu yang lebih rasional. Saya melihat, transisi ini masih akan berlangsung pada tahun ini. Kebijakan fiskal tidak lagi bisa diharapkan terlalu banyak untuk menjadi motor pertumbuhan. Motor pertumbuhan saat ini yang kita bisa harapkan yaa adalah investasi dan ekspor dengan konsumsi rumah tangga sebagai basis utamanya.

Jujur saya setuju dengan tindakan Presiden Joko Widodo yang meminta sebanyak 42.000 regulasi tumpang tindih ditertipkan diefisiensikan ditata, entah pada undang-undang peraturan pemerintah (perpress dan permen), peraturan gubernur, walikota bupati, desa, dll direformasi. Kondisi ini harus diatasi untuk menekan optimisme daya saing Indonesia di mata dunia, pasar global, dan persaingan global.

Perubahan dunia yang secepat ini membuat kita semakin tidak fleksibel, makanya adaptabilitas kita, inovasi, reformasi birokrasi, dan reefektivitas iklim politik harus distabilkan. Tujuannya, agar “bangunan rencana” yang kita susun dan realisasikan saat ini dapat berjalan dan terwujud dengan baik.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?