Skandal Data Seluler Untuk Preferensi Pemilih Di Pemilu


Kegagalan perlindungan data bisa benar-benar merusak stabilitas politik, daya saing, dan gairah ekonomi dalam negeri. Memang siapa yang tahu dengan dunia maya. Ruang digital yang penuh dengan kelebihan, pun juga kekurangannya.

Yang kita sorot disini adalah ketidakmampuan negara untuk melindungi data privat masyarakat yang saat ini digembor2kan daftar ulang dengan KTP dan KK di kartu seluler masing-masing. Dengar punya dengar, server pemerintah dijebol (NIK dan KK), dan kehilangan sekian puluh juta data pelanggan seluler dari total 262 juta populasi warga Indonesia. Kabar desas-desus inilah yang konon diperpanjannya waktu daftar ulang seluler dengan NIK dan KK. Bukan 28 Februari 2018 sebagai akhir daftar, melainkan dalam batas waktu yang tidak diinformasikan. Apakah ini valid? Saya pun masih menunggu data dari ring 1 yang meyakinkan.

Apa dampak jebolnya data registrasi seluler warga dengan KTP dan KK ini? Dampaknya bisa macam-macam: (a) data bisa ‘dijual’ sebagai alat politik; (b) masih ingat kan kasus Cambridge Analytica, konsultan politik yang diduga “menambang” data pribadi sekitar 50 juta pengguna Facebook untuk pemenangan Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Jangan-jangan, cara serupa bisa dilakukan di Indonesia untuk pemenangan calon presiden atau calon kepala daerah. Ini bisa menjadi persoalan remeh, namun kalau tidak segera ditindaklanjuti bisa berubah menjadi persoalan gunung es yang berbahaya; (c) kondisi ini kita nilai bisa lebih parah terjadi di Indonesia yang notabene tingkat keamanan digitalnya lebih lemah dibandingkan negara-negara maju lainnya; (d) di tengah penetrasi penggunaan media sosial yang besar, menjadi keniscayaan sebagian partai politik yang akan mencari solusi mendapatkan suara pemilih dengan menggunakan analisis data tsb.

Kalau sampai ini terjadi, ini bakal menjadi kejahatan cyber yang luar biasa parah. Big data yang seharusnya membantu efektivitas negara, malah berbalik menjadi penipu publik yang handal.

Apapun kebenaran dan ketidakbenaran kita saat ini, semoga menjadi antisipasi. Semoga kemajuan teknologi, digital, dan online yang masiff ini tidak disalah pergunakan. Jangan sampai teknologi, digital, dan online menjadi sisi gelap dari kemajuan teknologi komunikasi saat ini.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan Dilindungi Hak Cipta!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?