Kopassus Dengan Dipimpin Oleh Jendral TNI Sudah Saatnya Bersinergi Dengan Polri Turun Tangan Memburu Terorisme Dan Jaringannya


Komando Pasukan Khusus (Kopassus) harusnya turun tangan untuk menangani aksi terorisme di Indonesia. Dan gayungpun bersambut. Berdasarkan arahan Presiden, Kepala Staf Kepresidenan Moldoeko memastikan keberadaan Kopassus akan membantu untuk penanganan aksi terorisme yang akan berkoordinasi berada dibawah kendali Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjono. Kopassus berada langsung dibawah Panglima TNI untuk Polri.

Berdasarkan berita yang saya amati, memang sebelum-sebelum ini sudah ada bincang-bincang dan koordinasi terkait hal tsb. Namun rencana realisasi yang paling tepat ya memang sekaranglah itu harus terjadi. Kasus Surabaya membuat kita sudah terlambat langkah dalam penanganan. Keberadaan pasukan TNI Kopassus dibawah Jenderal TNI Marsekal Hadi akan ikut melakukan operasi lapangan dan perencanaan. Intinya, jangan sampai kejadian 3 kali bom di Surabaya dan malah barusan ada bom di Riau terulang kembali di tanah air. Kita harus tangkap mereka, kita harus tutup semua kasus terorisme ini hingga tak berbekas di Indonesia.

Saya melihat, penting sekali kita mendukung atas penindakan yang harus dan akan terjdi pada pelaku teror dan terorisme. Pokoknya jangan sampai terjadi lagi, kita harus tutup ini segera. Sebagai sebuah sikap dan ketegasan negara atas aksi nekat terorisme ini. Saya merasa koordinasi ini harus segera dilaksanakan, difollow-up terus menerus, jangan sampau kita kasih peluang kendor. Kalau ada yang menggerogoti dari dalam, kita harus berani usut itu sampai tuntas.

Presiden pun, saya melihat juga sudah mensupport keputusan ini dengan baik. Artinya, jika akhirnya gerakan ini gembos. Presiden siap memecut dan segera mereaktifasi ulang 'bahan bakar' mereka agar segera bergerak agresif kembali.

Oh ya, satu closing statement dari saya dengan sedikit catatan. Khusus kepada teman-teman Polri dan TNI yang bergerak di lapangan, saya dukung ide tentang hantam menghantam teror dan terorisme agar ruang gerak mereka menjadi semakin sempit dan tidak ada. Catatan saya untuk kalian adalah dipikirkan solusi tentang konflik masyarakat terkait pakaian dan stigma pakaian islam dalam penanganan terorisme. Benci boleh, tapi jangan salah alamat. Intinya gini, stigma yang terbangun di dunia saat ini adalah terorisme selalu dengan pakaian khas islam. Itu salah. Pihak aparat harus punya formula/solusi cermat dan cerdas. Bagi saya, terlalu bodoh jika prasangka perilaku terorisme ditunjukkan dengan pakaian Islam fanatik apalagi malah Islam tradisional (santri tradisional), salah alamat malah. Tentang kewajaran memahami bahwa kondisi saat ini berbeda, yakni adalah "mode siaga" atau saling curiga, sehingga hal tsb tidak bisa dihindarkan. Kita bisa memahami itu, tapi belum bisa diterima. Oleh karena itu, pihak aparat negara harus punya formula/solusi yang tepat atas hal ini, agar tidak terjadi/muncul konflik sosial baru di masyarakat saat satu konflik ingin diselesaikan.

Jangan biarkan teroris ini menjadi sumber rasa takut rakyat Indonesia, karena kita akan terpenjara dengan rasa takut tersebut, kita harus hadapi dia, harus tunjukkan keberanian dan nyali kita, karena bagi saya sesungguhnya rasa merdeka yang tuntas adalah lepasnya diri kita dari rasa takut itu sendiri (takut lapar, takut tidak bisa mandiri, dan takut ditindas pihak lain). Dan tunjukkan kepada peneror dan terorisme bahwa kita sekian juta langkah lebih maju dibandingkan yang pernah ia bayangkan.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi Hak Cipta!

Komentar

  1. Kenyataan pahit yg harus diakui kalau pelaku kejadian2 pengeboman itu muslim. Dan kenyataannya bahwa memang ada gerakan radikalisme dr Islam itu juga real.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, sebuah kenyataan pahit bahwa pelaku teroris di Indonesia adalah muslim. Hal yang harus dipisah dari substansi baku adalah gerakan radikalisme juga real terjadi di semua agama tidak hanya Islam.

      Saya melihat, serangan ini tidak ada kaitannya dengan masalah keagamaan (syar'i) Islam, namun pemikiran-pemikiran yang menyalahgunakan ajaran keagamaan. Untuk kasus Indonesia, kelompok-kelompok teroris ini mempunyai jalan pikiran dan pemikiran sendiri tentang cara cepat masuk surga.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?