Ma’ruf Amin, Antara Kapabilitas Dan Reaktibilitas? Mana Kritik Yang Benar?


Saya percaya, bahwa bermain strategi itu bukan soal memegang kartu-kartu terbagus, namun bagaimana memainkan kartu-kartu yang ada, dengan cara baik dan bagus. Jadi kuncinya memang bagaimana kita bisa bermain cerdas didalam hal ini. Pun juga yang saya lihat terhadap Yai Ma'ruf Amin.

Sebelum saya jelaskan, Anda ingat Gus Dur kan? Gus Dur itu bagi saya cenderung lebih fleksibel didalam pembawaaan kepemimpinannya, karena punya prinsip "tasawwuf" yang mudah beradaptasi dengan "panggung politik praktis". Dan ini tentu berbeda dengan Fiqh sebagaimana ilmu dasar yang dikuasai oleh Yai Ma'ruf Amin. Ciri khas orang Fiqh biasanya tentu punya gaya berpikir yang substansial, biasanya mudah terpancing dengan beberapa isu permukaan dan sulit dinego. *Umumnya, biasanya dimana-mana pun tempat, para pakar Fiqh itu jagonya debat kusir, sedangkan pakar Tasawwuf jagoannya ngeles/ paling jago ngeles dan manusia yang paling bisa menikmati hidup.

Kenapa saya tertarik menulis tentang ini? Karena saya melihat paradigma Fiqh akan tepat untuk ruang privat dan agak sulit untuk "ruang politik praktis" yang serba sindir, serba menghabiskan tenaga dan pikiran (menurut saya). Biasanya orang Fiqh cenderung menakar sesuatu secara presisi entah pada kata, pemikiran dan fatwa. Nah ini yang saya mau kasih satu contoh ttg Yai Ma'ruf Amin yang mungkin bisa disebut indikator reaktifnya yang menampilkan beliau sebagai 100% orang Fiqh. Yaitu ttg soal beliau menilai Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), beliau sangat reaktif dan substansial sekali. *Sebagai ulama Fiqh, yaa wajar sebenarnya.

Karena bagi saya, orang cerdas itu kadang kita butuhkan untuk memecahkan masalah, namun orang jenius itu kita butuhkan untuk mencegah masalah. Nah, posisi Yai Ma'ruf Amin ada dimana disini?

Ini hanya asumsi saya saja sih, sah-sah saja kan ya?! Mungkin kedepan yang terjadi bisa malah sebaliknya.

Siapa yang tahu kan ya?! Semua ini mungkin bagi beliau yang di apa-apakan dilahirkan dari "rahimnya NU", yang kental sekali "tasawwuf", pemikiran terbuka, dan toleransinya;bukan kaum sumbu pendek. Ditambah lagi Yai Ma'ruf Amin juga merupakan cucu dari ulama khos kenamaan yang tidak sembarangan pengaruhnya di tubuh ke-NUan dan ke-Indonesiaan, beliau adalah Syech Nawawi Al-bantani.

Ulama NU produktif yang jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Yang tentu tidak bisa diragukan lagi kewira'i-annya dan keilmuan tasawwuf-nya.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?