Cara Mencegah Korupsi Menjalar


Saya sangat setuju dengan ungkapan seorang legend yang mengatakan bahwa zaman sekarang ini, kita tidak perlu lagi mengangkat senjata seperti jaman dulu, kita cukup jangan korupsi saja, itu sudah cukup melindungi Indonesia ini.

Korupsi laten dan korupsi sistemik di birokrasi yang menjangkiti para ASN dari hari ke hari semakin massif saja jumlahnya. Entah itu perilaku koruptifnya maupun sistem yang koruptif yang sengaja dibangun. Nyatanya, pencegahan melalui pengawasan internal tidak berjalan dan tidak serius.

Maraknya para ASN yang terlibat korupsi menunjukkan bahwa reformasi birokrasi tidak berjalan baik. Malah yang terjadi, korupsi terjadi secara berjamaah bahkan sistemik. Kalau pejabat dan kepala pemdanya korupsi, itu mesti otomatis birokrasinya menjadi mesin korupsi. Data menunjukkan bahwa di 2 tahun terakhir sudah terdapat 515 tersangka korupsi ASN tahun 2016 dan sejumlah 533 orang tersangka ASN di tahun 2017. Bahkan BKN atau Badan Kepegawaian Negara mendata masih terdapat 2.357 ASN terpidana korupsi masih bekerja per-September 2018. Hingga saat ini BKN masih memproses informasi tsb.

Sebagaimana tulisan saya yang dulu tentang korupsi, sistem, dan perilaku yang koruptif menunjukkan bahwa ini tidak 100% salah ASN, namun juga budaya kerja dan sistem kerja yang membuat mereka harus melakukan perilaku koruptif seperti itu. Sehingga ASN kerap menjadi korban perilaku koruptif kepala daerahnya dan ASN dalam tanda kutip ‘digunakan’ sebagai eksekutor melakukan praktik korupsi. Kebanyakan ASN tidak berani ambil resiko menolak, karena takut dimutasi dan di-nonjobkan. Sehingga jelas sekali bahwa praktik korupsi di birokrasi terjadi karena kita permisif pada korupsi, diawali dari hal-hal kecil seperti penerimaan gratifikasi dan pungli/pungutan liar, akibatnya level perilaku akan meningkat berjalannya waktu dari hanya personal yang kompak lalu menuju ke oranisasi yang kompak melakukan itu.

Titik-titik lainnya yang rawan muncul praktik korupsi bagi ASN adalah di level pengambilan keputusan tingkat perencanaan anggaran (budgeting). Biasanya dilakukan dengan cara berusaha mensepakati dengan memanipulasi jumlah atau proporsi pengadaan barang-barang dan jasa. Menurut saya pun memang kunci area rawan korupsi itu adalah di perencanaan anggaran. Walaupun secara praktik, di tingkat2 pemda/pemerintah daerah selalu saja sering mengabaikan fungsi aparatur internal pengawas pemerintah dalam memberikan tinjaun kembali pada dokumen2 perencanaan anggaran.

Kedepan, kita harus berani dengan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi harus menjadi prioritas pemerintah daerah, karena saat kita membahas ttg keseriusan reformasi birokrasi kita selalu diganjal/minus di tiga hal, yaitu: (a) komitmen pimpinan daerah, (b) kurangnya pemahaman reformasi birokrasi oleh teman2 ASN, (c) dan tingginya keengganan diri untuk berubah.

Penutup. Bila berbicara tentang komitmen dan pemberantasan korupsi, kuncinya kita harus tegas dan tidak tebang pilih, semua yang korup harus disikat, jangan dikasih kendor.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?