Membangun Makroekonomi Indonesia Yang Sehat Dan Kuat
Kita berharap, kedepan semangat pemerataan didalam pembangunan haruslah berkelanjutan, jangan hanya slogan dan pepesan kosong yang tak bermutu. Apalagi, hanya pamer2an yang hanya digembor-gemborkan pada setiap 5 tahuan sekali, pada saat musim kampanye tiba.
Saya pribadi menilai ekonomi Indonesia kita secara makro
sehat dengan kondisi fundamental yang kuat di tengah ketidakpastian global. Apakah
faktanya seperti itu? Coba kita ulak-ulik ya, apakah yang saya ucapkan tadi
benar atau salah. Kalau salah, lantas solusi membangun makroekonomi kita bisa
kuat dan sehat bagaimana.
Saya menggunakan acuan laporan perekonomian Semester I-2018
ya. Berdasarkan laporan perekonomian pada semester I-2018, menunjukkan bahwa
growth ekonomi Indonesia kita ada di angka 5,13%. Dan ini bagus ditengah
situasi ekonomi dunia yang sedang banyak gangguan dan gejolak perang dagang (perag
tarif) Amerika-China.
Untuk data tingkat kemiskinan, kita Indonesia saat ini
berada pada posisi terbaik dalam beberapa puluh tahun terakhir, yaitu sebesar
9,8%. Rasio gini kita selama 7-8 tahun terakhir juga membaik yaitu 0,389. Pun
kabar baik juga pada laporan tingkat angka pengangguran, kita consistency
menurun yaitu di 5,13%. Inflasi kita juga dinilai stabil, bergerak di kisaran
3,5%.
Secara makroekonomi, posisi kita seimbang dalam mengerjakan
sisi pasokan (supply) dan permintaan (demand) kita. Strategi2 juga sudah
dilakukan, salah satunya dengan melakukan dorongan2 transformatif dan struktural
pada kemajuan bidang ekonomi. Memang transformasi ekonomi yang paling efektif
adalah kunci didalam membangun kemajuan bidang ekonomi.
Kalau laporan dari Bu Sri Mulyani menunjukkan bahwa neraca
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita sudah berada pada kondisi
yang aman, kredibel, dan sehat. Sejak tahun 2014, defisit anggaran kita terus
turun meskipun perekonomian kita mendapatkan tekanan2 keras, antara lain
penurunan harga komoditas internasional dan domestik.
Untuk laporan dari Perindustrian, menunjukkan bahwa pada
periode 2014-2017 populasi industry besar kita dan sedang sudah bertambah massif
sebesar 30.992 unit usaha dari 25.094 unit usaha. Artinya apa? Artinya terjadi
pertumbuhan jumlah unit usaha dari 2014-2017 sebesar 19,03%. Sebuah angka yang
bagus dalam sebuah pertumbuhan. Untuk jumlah industry kecil juga melakukan
pertumbuhan dari 3,52 juta unit usaha, saat ini sudah mencapai 4,49 juta unit
usaha.
Tentang investasi, bagaimana kondisi investasi kita saat
ini? kondisi investasi kita saat ini khususnya di bidang manufaktur adalah meningkat.
Ditunjukkan dengan jumlah investasi di industri manufaktur yang sudah mencapai
Rp195,74 triliun pada tahun 2014 dan melaju menaik menjadi Rp274,09 triliun
pada tahun 2017 yang lalu.
Bagaimana tentang sumber daya manusia kita? Secara serius
karena memang kita punya bonus demografi yang tinggi, pemerintah sekarang
melakukan penggeseran fokus pembangunan ke sektor sumber daya manusia, walupun
jumlah pembangunan infrastruktur akan terus dilanjutkan dalam rangka
meningkatkan konektivitas antar daerah. Berdasarkan laporan dari Bapak Basuki
Hadimuljono (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) menunjukkan bahwa
pemerintah saat ini fokus pada pembangunan SDM, walaupun sudah masuk di fokus
kedua, namun daripada itu fokus pembangunan infrastruktur tetap harus
dilakukan.
Sejak tahun 2015, pemerintah sudah memutuskan mengalihkan
subsidi2 pada belanja2 produktif yaitu kepada sektor infrastruktur, pendidikan,
dan kesehatan. Khusus sektor infrastruktur, pembangunan difokuskan pada 5 aspek
yaitu transportasi, perairan, energy, komunikasi, dan perumahan. Hingga sampai
sekarang, sudah terbangun sebesar 3.432 kilometer jalan nasional dan 941
kilometer jalan tol. Ruas tol juga akan bertambah dari 941 menjadi 1.414,9 kilometer
karena waktu dekat ini pemerintah akan menyelesaikan beberapa ruas jalan tol
baru. Pemerintah bahkan menargetkan bahwa jalan tol yang sudah siap beroperasi
sudah mencapai 1.852 kilometer. Pemerintah dalam hal ini juga sudah membangun
39,8 kilometer jembatan2 baru.
Pembangunan jalan dan jembatan tidak hanya ditunjukkan untuk
peningkatan konektivitas infrastruktur kita, melainkan juga bertujuan untuk
menggerakkan perekonomian kita dan bisa melahirkannya pusat-pusat perekonomian baru.
Pembangunan infrastruktur juga diyakini bisa meningkatkan daya saing dan
kemudahan kita didalam berusaha dan menjalankan bisnis. Apalagi, dirasakan
masyarakat tidak hanya di Pulau Jawa, melainkan pembangunan dilakukan di papua
dan wilayah2 perbatasan lainnya, terutama di bidang infrastruktur pendukung
konektivitas, seperti: jalan, pelabuhan2, dan bandara.
Saya fikir pembangunan fisik-pembangunan fisik ini tidak
boleh berhenti disitu saja. Pembangunan fisik mesti diikuti dengan program
lanjutan agar infrastruktur bisa bermanfaat secara lebih luas di masyarakat. Saya
fikir, poin ini yang masih kurang, disamping mungkin ini masih bersifat
menunggu dulu infrastrukturnya jadi, baru kita bisa menuntut konsep “pembangunan
fisik mesti diikuti dengan program lanjutan lainnya”.
Salam,
Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!
Komentar
Posting Komentar