Saat Ini Kampanye Saling Serang, Belum Muncul Kampanye Yang Bermutu


Diapa-apakan publik/rakyat butuh kerangka berpikir yang konstruktif dan itu bisa dimulai dengan kampanye bermutu dengan jelasnya visi misi dan program pasangan calon. Bukan publik malah dipenuhi dan disuguhkan isu-isu dan motivasi kebencian saling serang antar kubu yang berkontestasi.

Kenapa saya sebutkan seperti itu? Hasil riset Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebesar 84,2% masyarakat atau publik tidak mengetahui visi misi dan program setiap pasangan, sedangkan sisanya yaitu 15,8% adalah masyarakat yang tahu tentang visi misi dan program kerja.

Untuk data per-paslon yang lebih detail lagi saya lampirkan ya. Ditunjukkan hasil bahwa ternyata hanya sebesar 24% masyarakat yang tahu (artinya 76% tidak tahu) program Jokowi-Ma'ruf Amin, seperti pembangunan infrastruktur, ekonomi dan kesejahteraan sosial; peningkatan kualitas kesehatan; serta penciptaan lapangan pekerjaan. Untuk program Prabowo-Sandiaga ditunjukkan hasil bahwa hanya sebesar 15% masyarakat yang tahu (artinya 85% tidak tahu) program Prabowo-Sandiaga, seperti tentang perbaikan ekonomi kesejahteraan, penghapusan alih daya (out-sourcing), serta program kerjasama bilateral multilateral dengan negara lain.

Kenapa bisa demikian? Hal ini karena visi, misi dan program kedua pasangan kandidat telah tertutup oleh aksi saling serang isu dan tendensi personal, dengan menggunakan pernyataan-pernyataan di udara (media). Hal ini tidaklah produktif dan baik. Padahal, idealnya kita harusnya menyuguhkan tampilan bermutu yang menyehatkan nalar. Ditambah lagi, cobaan persoalan bangsa berupa bencana dan lain-lain sebagainya butuh solusi jangka pendek yang kongkret dan harus dihadapi. Saya pikir, cara berpikir jangka pendek kedua pasangan yang berkontestasi pada pilpres 2019 ini masih berkutat pada urusan menjadikan momen apapun sebagai ajang mendapatkan simpati rakyat dan menjatuhkan adalah tidaklah baik. Saling serang ini disudahi dan harus mulai membangun diri dengan cara kampanye paslon bermutu, berkualitas dan harus membangun nalar yang sehat bagi masyarakat khususnya gambaran-gambaran kongkrit dan deskriptif terkait realisasi visi misi dan program kerjanya besok.

Proses kampanye ini kan sebenarnya hanya proses meyakinkan publik dengan jalan tawaran visi misi dan program dan/atau citra diri setiap peserta pemilu (itu kalau kita mau mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu lho). Yang sayangnya saat ini masih saja mbulet/ muter-muter saja di urusan menjadikan alat apapun jangka pendek untuk mendapatkan ajang simpati bagi rakyat demi menjatuhkan lawan. Akibatnya apa? Akibatnya adalah isi dan cara berkampanye sehat, bermutu dan dengan nalar bagus menjadi berbelok, tidak lagi menyebar dan memperkuat visi misi dan program sebagai alat tangkal kebangsaan yang objektif.

Saya fikir, baik saya dan publik pasti sudah menanti-nanti. Kapan dan mana itu kampanye yang cerdas, bermutu, menghidupkan nalar dan membangun kerangka berpikir yang konstruktif.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?