Sekarang Business Landscape Dan Corporate Entrepreneurship Sudah Banyak Yang Berubah


Untuk bervisi sebagai manusia moderat yang unggul, saya setuju dengan pola visi yang digunakan oleh Isaac Newton, bahwa live your life as an exclamation rather an explanation.

Yang saya lihat saat ini, konsistensi orang itu mudah berubah. Terbukti, acuan ideologis pemikiran seseorang itu akan menolak kebenaran, even itu sudah dibuktikan berdasarkan hasil riset. Ia akan cenderung menganggap kebenaran versinya adalah kebenaran mutlak. Yaa itu terserah sih, cukup tahu bahwa ada kebenaran diatas kebenaran. Ada langit diatas langit. Suatu waktu, orang-orang non-valid seperti ini akan kena batunya sendiri kalau tidak insyaf2.

Saat ini gaya hidup makin berkembang, pun juga kepada gaya hidup digital. Ini bisa dikatakan potensi, namun juga bisa dikatakan masalah. Tergantung sudut pandang kita yang ingin melihat. Namun satu hal yang perlu di garis bawahi, bahwa business landscpae dan corporate entrepreneurship sekarang sudah berubah. Dan penggesernya adalah digital mobility inilah yang perlu digaris bawahi. Cara orang2 sekarang membangun peradabannya dengan social network berdasarkan digital dan social mobility yang baik. Oleh karen itu, nuansa kecerdasan yang dibangun haruslah smart living, smart environment, smart government, dan smart mobility. Kenapa? Karena pengguna informasi supercerdas pun nyatanya belum tentu penggunanya cerdas. Begitulah juga dalam dunia bisnis.

Anak muda saat ini sangat mempertimbangkan social network, jadi pola bergaulnya tidak kuno seperti orang-orang tua, namun moderat dan futurist. Ini tentu mengubah pola dan trend saat ini. Bukan lagi normative performer melainkan tentative performer. Makanya dibutuhkan ruang tumbuh yang support atas hal tsb diatas. Adanya fakta bahwa Indonesia sekarang  sudah masuk dalam daftar 25 negera pengguna internet terbesar di dunia, setelah Jerman dan Rusia harus disadari. Penetrasi pasar saat ini berbanding lurus (berkorelasi positif) terhadap jumlah penggunaan internet.

Isu terbesar digital memang keamanan data. Namun potensi digital juga di akses datanya. Itu yang harus juga diingat. Makanya untuk mencermati jebakan digital, kita harus membuat sistem dan firewall digital yang baik kedepannya.

Ini tulisan yang saya hanya ingin berceloteh saja.

Salam,

Bahrul Fauzi Rosyidi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tulisan dilindungi hak cipta!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?