Proyek Pengembangan Produksi Batrei Di Sulawesi, Sebuah Langkah Mencari Diplomasi Monopoli

 


Ambisius itu penting, karena ambisius menjadi diri sendiri lebih penting dibandingkan ambisius ingin menjadi orang lain. Kalau bukan diri kita, siapa lagi yang memperjuangkan ambisi diri kita, impian kita, target hidup kita. Selagi muda, kita harus punya ambisi kuat untuk merekonstruksi hidup. Yes, mau bisa dan berani. Selagi kita hidup bangun terus dampak positif dengan energi positif.

Jujur, terlalu banyak ulasan disana/ni tentang potensi dan peluang hilirisasi industri batrei, namun sedikit sekali ulasan kecermatan terkait masalah atau kendala yang kita hadapi saat ini sehingga tidak teroperasionalkan kendala dengan baik, tentu tidak akan memudahkan proses eksekusi potensi dan peluang saat ini lebih baik.

Setidaknya saya melihat bahwa ada 3 strategi yang patut dilakukan, dengan 6 potensi yang ada saat ini. Walaupun harus buta dengan segala kendala lapangan yang ada dan dihadapi industri batrei saat ini.

Bahwa betul saat ini ada beberapa perusahaan asal China dan Korsel yang sudah menyatakan tertarik dengan pembangunan proyek batrei kendaraan listrik bernilai miliaran dollar AS. Pun, dengar-dengar Jepang pun juga dijawil-jawil untuk kepengen ikut masuk dalam kontestasi proyek tsb. Jadi proyek ini berkaitan dengan proyek EV (Electric Vehicle). Progress yang saya tahu di lapangan adalah sekarang sudah ada 2 perusahaan yang mengisyaratkan bergabung, yakni CATL (Contemporary Amperex Technology Co. Ltd) dari China, dan LG Chem Ltd dari Korsel. Gerak signifikan perusahaan-perusahaan ini dibuktikan sudah melakukan MOU dengan perusahaan nikel Indonesia, ANTM (PT. Aneka Tambang Tbk) untuk nilai proyek sebesar US$12 miliar di Indonesia. Dan kuat kemungkinan, angka proyek ini bisa tembus sekali ke wilayah angka US$20 miliar. Kenapa? Karena Antam juga mengelola produk-produk turunan yang ternyata sangat beragam.

Kembali seperti info yang saya haturkan diatas, bahwa setidaknya saya melihat ada 4 strategi yang patut dilakukan, dengan 6 potensi yang ada saat ini. Walaupun harus buta dengan segala kendala lapangan yang ada dan dihadapi industri batrei saat ini. Antara lain 7 potensi dan peluang pasarnya sebagai berikut: (1) Pertama. Sebagaimana info diatas yang saya peroleh dari statemen Menteri BUMN kemarin yang mengumumkan bahwa ada 2 produsen EV (Electric Vehicle) Battery terbesar di dunia untuk kendaraan yang sudah mengisyaratkan bergabung dengan proyek pengembangan supply chain nikel di Indonesia. Dua perusahaan itu CATL dari China, dan LG Chem Ltd dari Korsel sudah melakukan MOU dengan Antam dengan nilai proyek US$12 miliar yang mungkin sekali bisa berkembang ke US$20 miliar karena Antam juga mengelola produk-produk turunan nikel yang sangat beragam. (2) Kedua. Terbukti tanah Indonesia mempunyai kekayaan tambang nikel berlimpah dan feasible untuk projek hilirisasi minierba. Karena sejauh ini belum tereksploitasi dengan baik maka harga maupun bahan mentahnya tergolong sangat murah (very cheap), dan ini jelas bisa memberikan semacam respon positif bagi para investor asing. Selain China dan Korsel diatas, apakah ada indikator investor asing sudah terlebih dahulu tertarik dengan projek hilirisasi nikel? Iya sudah ada. Gerak pasar ini terbaca saat tiba-tiba 20% saham INCO atau PT. Vale Indonesia Tbk dialihkan ke perusahaan MIND-ID atau Mining Industry Indonesia (PT. Indonesia Asahan Alumunium – Persero).

(3) Ketiga. Karena INCO tiba-tiba masuk dalam persaingan Antam, pembahasan menjadi berubah sejauh mana INCO telah mengambil peran. Diketahui bahwa memang INCO digadang-gadang menjadi perusahaan dengan aset nikel terbesar di dunia. Lalu MIND-ID? MIND-ID berfungsi sebagai Holding BUMN yang bergerak di bidang industri minierba atau mineral dan batubara-nya. Dengan dasar investasi yang dilakukan MIND-ID ini, maka MIND-ID sudah menjadi pemegang saham terbesar kedua di INCO, setelah VCL (Vale Canada Limited) yang memiliki saham sebesar 43,79%.

(4) Keempat. Didalam peran ini, INCO punya peran yang sangat penting. Disamping arahnya jelas hilirisasi industri tambang nasional untuk industri nikel global. Langkah ini jelas sangat bagus memperkuat value chain Indonesia sebagai basis pengembangan industri batrei mobil listrik sebagai transformasi sistem energi. Karena selama ini, ternyata data menunjukkan Indonesia sudah dikenal sebagai produsen eksportir nikel terbesar di dunia dengan menguasai 27% market share nikel global. Tentu ini sebuah kabar yang baik bagi pengembangan batrei global di Indonesia. (5) Kelima. Lalu didalam hilirisasi projek batrei tsb, wilayah spesifik apa yang ingin disasar? Wilayah spesifik yang ingin disasar yang dianggap menarik saat ini adalah Green Field atau pengembangan Green Field, yakni projek pembuatan bahan baku batrei mobil listrik di Pomalaa, Sulawesi Tenggara dengan jenis tekologi yang digunakan HPAL atau High Pressure Acid Leaching.

Dan (6) Keenam. Saya pribadi tetap penasaran dengan statemen yang katanya Jepang berminat berinvestasi di industri hilir batrei di Indonesia. Darimana cantolan info dan data ini? Tidak ada ternyata kawan-kawan. Pendekatan ke Jepang tidak sejauh yang sudah dilakukan ke China dan Korsel. Pembicaraan potensi INCO oleh MIND-ID atau Holding BUMN ternyata (nyatanya) belum sampai di atas meja diskusi dengan Jepang. Lalu kenapa Jepang disangkut-sangkutkan dalam peta potensi hilirisasi industri batrei di Indonesia? Hal ini karena liniernya potensi yang dimiliki INCO (yang katanya digadang-gadang sebagai perusahaan dengan aset nikel terbesar di dunia) yang perlu “dikawinkan” dengan PANASONIC, LEJ dan AESC, perusahaan EV milik Jepang. Terkhusus Panasonic yang punya hubungan khusus dengan TESLA Inc yang merupakan 4 besar produsen batrei EV di dunia. Bahkan TESLA Inc juga melakukan JV (Joint Venture) dengan otomotif TOYOTA terkait batrei EV (data dari Thomas dan Bloomberg tahun 2017). Dasar inilah kenapa campur tangan investor Jepang kalau bisa dibawa ke Indonesia akan menarik (semakin menggeliatkan) hilirisasi bisnis EV di Indonesia. Harapannya, didukungnya perusahaan raksasa yang serius menggarap industri batrei menunjukkan bahwa jumlah demand pasar EV sepertinya akan konsisten terus meningkat dari waktu ke waktu di masa yang akan datang.

Kalau diatas disebutkan Panasonic. Lalu siapa itu LEJ dan AESC? Dua ini merupakan perusahaan EV (Electric Vehicle). LEJ adalah Lithium Energy Japan, ini merupakan perusahan hasil JV antara GS Yuasa dan Mitsubishi sejak tahun 2007. Sedangkan AESC adalah Automotive Energy Supply Corporation, ini merupakan perusahaan patungan Nissan Motor dan NEC.

Setelah saya menyebutkan peta potensi dan peluang saat ini. Lalu dimana pendekatan dan strategi yang tepat yang perlu diambil? Sama seperti yang saya informasikan diatas, bahwa saya menangkap ada 3 strategi yang patut dilakukan, yakni: (1) Pertama. Agar potensi investor Jepang tidak hanya gossip dan isapan jempol belaka. MIND-ID atau Holding BUMN segera lakukan follow-up ke Jepang atau ketiga perusahaan tsb (LEJ, Panasonic & AESC) mempresentasikan potensi dan peluang INCO dalam penjajakan investasi hilirisasi nikel Indonesia. Hal ini penting agar confidence yang pernah menyebutkan INCO sebagai perusahaan yang digadang-gadang bisa menjadi aset nikel terbesar di dunia dan Indonesia yang menguasai 27% market share nikel global dapat terealisasikan dengan baik.

(2) Kedua. Terkait tentang China dan Korsel. Pemerintah juga perlu melakukan follow-up produktif agar segera menambah aset pemerintah di sektor strategis, dan memperlancar Indonesia ikut masuk di supply chain mobil listrik dunia. (3). Ketiga. Data IEA (International Energi Agency) tahun 2019 menunjukkan penjualan mobil listrik sudah mencapai 2,1 juta unit, dan jumlah secara eksisting total mobil listrik di dunia saat ini adalah 7,2juta unit. Artinya, pemantaban divestasi nikel untuk batrei EV yang sejalan dengan hilirisasi industri pertambangan nasional adalah sebuah keputusan yang tepat saat ini. Dan (4) Keempat. Agar hilirisasi industri batrei ini berjalan dengan baik. Dukungan kongsi-kongsi BUMN untuk membuat perusahaan induk bernama IBH atau Indonesia Battery Holding adalah langkah yang tepat. 

Penutup. Apapun kondisi eksisting saat ini, manakala itu dibahas hanya sebagai program orang lain, hanya akan menjadi program orang lain dan jadi tontonan. Untuk menembus batas, hey bangun dari tidur dan wujudkan mimpi tersebut.


Salam,


Bahrul Fauzi Rosyidi

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Tulisan dilindungi hak cipta!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?