AS Perlu Memahami Negara-Negara Muslim


Menulis tulisan ini, antara sedap-sedap gimana gitu. Tapi pemikiran yang luas dan jernih harus diutarakan. Khususnya setelah kunjungan Pompeo (Menlu AS) kemarin. Saya melihat, upaya AS merayu-rayu Negara muslim agar memaklumi perilaku Israel sehingga ada semacam normalisasi hubungan untuk Israel. Strategi perdamaian itu katanya adalah wujud kebaikan yang harus diterima bagi warga-warga Palestina.

Terkait tentang sikap, kita sudah jelas (tidak seperti sikap AS yang cenderung menyanyang-nyayangi Israel). Bahwa persoalan Palestina, bukanlah persoalan yang sepele. Jelas itu persoalan yang serius. Kenapa? Karena Palestina itu sangat dekat hubungan psikologisnya dengan islam dan kawan-kawan muslim. Mengutak-atik wilayah psikologis, tentu berdampak terhadap seluruh sikap warga muslim dunia.

Kenapa kok harus menulis tentang ini? Ada tiga garis besar masalah yang saya lihat dalam kasus ini. Apa saj aitu? Sebagai berikut: (a) Pertama. Jelas, MAKELAR semua ini adalah Amerika Serikat. Itu dibuktikan digerogotinya keputusan Liga Arab dan mengancam tiga Negara muslim (Uni Emirate, Bahrain dan Sudan) terkait harus mendukung keputusan AS tentang Israel. Ancamannya apa? Tiga Negara tsb akan dicabut dari Daftar Negara Pelindung Terorisme. Sebuah permainan global yang epic (luar biasa) dari Amerika Serikat. Inilah musabab kenapa tiga Negara itu tiba-tiba membuka hubungan diplomasi untuk mengakui Tanah Air Yahudi (Israel). (b) Kedua. Hal yang paling ganjil adalah: si Donald Trump menawarkan sebuah masterplan Rencana Abad Ini dengan sebutan Solusi Damai. Isinya apa? Isinya meminta Palestina berlapang dada dan berlapang diri memberikan tanahnya menjadi tanah air Yahudi (Israel), dan kota Yerusalem sebagai Ibukota Israel. Di tulisan tsb disebutkan bahwa Israel memiliki hak atas hunian-hunian yang berada di kawasan Tepi Barat. Jelas sebetulnya apa? Bahwa sikap Israel dan bentuk dukungan Amerika Serikat ini melawan resolusi PBB yang sudah menyatakan bahwa hunian-hunian illegal dan pembangunannya harus distop. Menyayat sakitnya dimana? AS meminta publik memahami ini sebagai bentuk kebaikan untuk warga-warga Palestina. (c) Ketiga. Kunjungan Pompeo ke GP Ansor di Jakarta cenderung membangun pola tafsir bercabang. Satu sisi memuji disisi yang lain sedang mencari celah melemahkan keadaan. Saya melihat, kita harus cerdik cerdas dalam hal ini. Strategi ala Gusdur penting digunakan namun jangan sampai ter-kadali.

Ini catatan kualitatif saya. Meneruskan tentang gara-gara kunjungannya ke GP Ansor, kita harus jeli apa maksud terselubung Amerika Serikat. Bahkan di kantor Ansor pun Amerika lantang menuding-nuding siapa terhadap siapa yang mengerjakan suatu hal. Artinya, sedang ada wilayah objektif yang di-es campurkan jadi wilayah konspiratif. Bahkan Pompeo tidak luput melayangkan tudingan kepada Partai Komunis China (PKC). Yang saya lihat, kok kesakit-hatian dan dendam pribadi AS ke China dijadikan alas untuk membuat konspirasi. Saya khawatir, kitanya jadi ikut goyah dengan hal itu, wilayah berpikir kita menjadi buram dan ikut-ikutan grey area (jadi malah samar-samar). Kenapa saya mengucapkan demikian? Karena statemen Pompeo tentang tindak criminal di etnis Uighur Xinjiang yang cenderung dalam wilayah-wilayah grey area (wilayah abu-abu), oleh Amerika diutak-atik luar biasa. Pertanyaannya, apakah Amerika Serikat tidak melakukan hal yang sama? Maksud saya, wilayah empiris saja bisa diubah jadi wilayah abu-abu. Apalagi yang lain, bisa-bisa masuk ke kerongkongan dan jantung berpikir jernih lainnya. Yang ada tidak lagi perdamian, tapi hasutan-hasutan dan peperangan-peperangan yang malah tidak sadar tangan-tangan kita yang melakukannya, dan eh arsiteknya Amerika. Kitanya yang ajur, Amerikanya yang tepuk tangan. Mending tidak usah memihak Amerika atau China. Kita mending bikin mainan sendiri yang non-blok saja, yang lebih punya kedaulatan sendiri.

Disitu siapa saja yang menolak? Yang pasti Palestina jelas menolak atas hal ini. Karena menyalahi kesepakatan Liga Arab tentang bersepakatnya seluruh anggota tentang toleransi pembombardiran Israel terhadap Palestina.

Lalu dimana Amerika Serikat melihat ini sebagai peluang? Saya melihat tentang kesuksesan Indonesia mengusir kapal-kapal illegal China dan ketidaksukaan AS terhadap China karena banyak diserang secara ekonomi dan lainya. Saya melihat Pompeo bisa menjalin kerjasama maritime dengan Indonesia karena sikap tegasnya mengusir kapal-kapal penerobos ZEE di Laut Natuna Utara. Apalagi wilayah itu akan menjadi rute perdagangan tersibuk di dunia kedepan. Dan ini bagus, namun jangan sampai ajakan kerjasama ini adalah langkah melunakkan Indonesia tentang pandangannya kepada Palestina. Kok bisa saya berucap seperti itu? Iya, lawong bahasnya tentang ZEE Pantai, kok tiba-tiba berubah membahas tentang Palestina tentang tawaran dukungan sikapnya ke tanah air Yahudi, ini kan slenco namanya.

Lalu strategi tepat yang perlu kita ambil bagaimana? Saya melihat, (a). Pertama. Prinsip solusi harus jelas disini, memihak kepada keadilan Palestina. (b) Kedua. Sebagai bentuk kewasapadaan bersama. Bagi saya, pun untuk sikap GP Ansor yang saya pun juga merupakan didalamnya. Kita tidak boleh semudah itu setuju tentang wilayah sensitif. Request saya, karena ini berkaitan dengan hak hidup dan saudara sesama muslim di tanah syam. Tolak hubungan diplomatif, membuka hubungan ekonomi dan membuka ruang dialog tentang tanah penguasaan Yahudi. (c) Ketiga. Hubungan bilateral seharusnya memberikan ketengan global, bukan makin memperkeruh kondisi global. Ini sangat signifikan, harus tahu dan pentingnya perdamaian di wilayah-wilayah. Harusnya komit dengan janji, bahwa sesuai kesepakatan bersama untuk mewujudkan perdamaian, stabilitas kinerja dan kerjasama di kawasan-kawasan. Gila saja, itu request AS tentang menghalalkan kesewenangan Israel untuk diiyakan bahkan dengan dasar katanya sebagai bentuk kebaikan bagi warga-warga Palestina tentu bukanlah solusi yang tepat. Amerika waktunya harus belajar dan memahami.

Penutup. Bila diri ingin dipahami orang lain, mulailah dengan memahami orang lain.


Salam,


Bahrul Fauzi Rosyidi

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Tulisan dilindungi hak cipta!

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Pemimpin Masa Depan

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?